Ada fakta menarik dalam perjalanan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) di percaturan politik nasional sejak 1999 hingga 2011. Suara PKS meningkat tajam ketika menjadi oposisi.
Pada Pemilu 1999, saat itu PKS bernama Partai Keadilan (PK) mendapatkan suara sebesar 1,436,565 dengan jumlah 7 kursi di DPR. Ketika masa Presiden Gus Dur (1999-2001), PKS memutuskan bergabung dalam pemerintahan koalisi poros tengah.
PK menempatkan presidennya saat itu Nurmahmudi Ismail menjadi menteri kehutanan dan perkebunan (Menhutbun). Keikutsertaan PK dalam pemerintahan koalisi poros tengah hanya berlangsung singkat.
Ketika Megawati Soekarnoputri menjadi presiden (2001-2004), PK memutuskan tidak bergabung dalam koalisi pemerintah dan memilih menjadi oposisi di parlemen dan di 'jalanan'.
Berbagai kebijakan Presiden Megawati dikritik secara pedas dan tegas oleh PK baik melalui forum DPR, media massa maupun lewat cara demonstrasi. Pilihan politik PK saat itu sangat tepat dan membuahkan hasil manis.
Perolehan suaranya PK yang pada Pemilu 2004 merubah nama menjadi PKS sangat siginifikan. Ketika itu PKS mendapat 8.325.020 suara dengan 45 kursi di DPR.
Lalu pada pemerintahan SBY-JK (2004-2009), PKS memutuskan bergabung dalam koalisi pemerintahan. Sebagai salah satu partai pendukung SBY-JK di putaran kedua Pilpres 2004, PKS mendapatkan jatah tiga kursi kabinet.
Dalam Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) I, PKS berhasil menempat Anton Apriantono menjadi menteri Pertanian (Mentan), Yusuf Asy'ari sebagai menteri Perumahan Rakyat (Menpera) dan Adhyaksa Dault menjadi Menpora.
Keputusan SBY bergabung dalam pemerintahan rupanya kurang berbuah manis. Perolehan suara PKS pada Pemilu 2009 bukannya naik malah menurun menjadi 8.206.955, suara PKS menyusut sekitar seratus ribu. Beruntung, dengan sistem penghitungan KPU PKS mendapatkan 57 kursi di DPR.
Saat Pilpres 2009, SBY kembali memutuskan mengusung SBY sebagai capres bersama Boediono sebagai cawapres. Setelah berhasil memenangi Pilpres, PKS berhasil menempatkan empat kadernya di KIB II.
Mereka adalah Tifatul Sembiring (Menkominfo), Suswono (Menteri Pertanian), Suharna Surapranata (Menristek) dan Salig Segaf Al-Jufri (Mensos). Kini seiring makin buruknya hubungan PKS dan SBY, posisi keempat menteri tersebut berada di ujung tanduk.
Desakan agar PKS keluar dari kabinet dan menjadi oposisi kian santer baik dari kalangan eksternal maupun internal PKS. Kalangan pengamat politik menilai, PKS akan untung jika berada di luar pemerintahan.
Menilik tren perolehan suara PKS di tiga pemilu, menunjukkan suara PKS naik ketika berada di luar pemerintahan alias oposisi. "Jadi sebenarnya keluar dari kabinet justru lebih menguntungkan buat PKS," ujar peneliti senior Indonesian Institute Rohim Ghazali kepada INILAH.COM
Senin, 07 Maret 2011
Suara PKS Naik Tajam Saat Jadi Oposisi
Related Posts:
PKS Terancam DemoralisasiPKS terancam demoralisasi. Anggota Majelis Syura PKS 2000-2005 Yusuf Supendi membuka persoalan sensitif di tubuh partai yang lekat dengan jargon ‘be… Read More
Presiden PKS Merasa Dicemarkan Yusuf SupendiPresiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Luthfi Hasan Ishaq merasa dicemarkan nama baiknya dengan laporan pendiri Partai Keadilan Yusuf Supendi ke B… Read More
PKS tak Tahu Kesepakatan Baru KoalisiPartai Keadilan Sejahtera (PKS) tidak terlibat dalam kesepakatan baru soal koalisi yang disepakati dalam pertemuan pada Rabu (16/3). Dalam pertemuan… Read More
Inilah Kewenangan Hilmi Aminuddin di PKSPosisi Ketua Majelis Syuro PKS Hilmi Aminuddin tengah digoyang. Dia dituduh menyalahgunakan kewenangannya sebagai pucuk pimpinan partai dakwah terse… Read More
Yusuf Supendi Tiba di KPK Tenteng DokumenPendiri PKS Yusuf Supendi benar-benar memenuhi janjinya melaporkan berbagai dugaan skandal para elite PKS ke KPK. Yusuf mendatangi Gedung KPK didamp… Read More


0 komentar:
Posting Komentar