IRWAN - HASAN HAMIDO - MUDZAKKIR ALI

Ketiga ikhwah ini yang berhikmat dan mengabdikan dirinya di DPD PKS Makassar, periode 2009 - 2014

Hasan Hamido

Ketua DPD PKS Kota Makassar.

Muh.Djafar Nurdin

Ketua Dewan Pimpinan Cabang Kecamatan Tallo

Irwan, ST.

Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Makassar.

Andi Akmal Pasluddin

Anggota Legislatif DPR RI.

Jumat, 25 Februari 2011

PKS siap mundur dari koalisi

Partai Keadilan Sejahtera menyatakan siap jika dikeluarkan dari koalisi oleh pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono-Boediono. Namun, PKS menyatakan masih memiliki komitmen memenuhi kontrak politik.

"Kami siap saja, semua tergantung Pak SBY, decision maker-nya kan Pak SBY," kata Sekretaris Jenderal PKS, Anis Matta, saat dihubungi VIVAnews.com, Jumat 25 Februari 2011.

Menurut Anis, saat ini PKS hanya fokus memenuhi komitmen kontrak politik dengan pemerintahan SBY-Boediono. Dan selama ini komunikasi PKS dengan Presiden SBY cukup baik. "PKS di dalam (kabinet) atau di luar sama saja. Ini kan hanya sarana perjuangan saja, bukan tujuan," ujarnya.

Anis menjelaskan, PKS sudah memiliki sejarah menjadi oposisi dalam pemerintahan pada zaman Presiden Megawati. Saat itu, lanjut Anis, PKS menjadi satu-satunya partai yang menjadi oposisi. "Jadi bagi kami koalisi atau oposisi sama saja," ujarnya.

Isu Partai Demokrat akan menendang PKS dan Partai Golkar mengemuka saat hak angket pajak. Saat itu, PKS dan Golkar menjadi inisiator dalam pengajuan hak angket. (umi)• VIVAnews

Pembukaan Mukernas PKS Istimewa untuk Jogja



Sultan Hamengkubuwono X secara resmi membuka Mukernas PKS 2011
Yogya (24/4) Musayawarah Kerja Nasional Partai Keadilan Sejahtera (Mukernas PKS) resmi dibuka di Hotel Sheraton Mustika Yogyakarta pukul 19.00 malam tadi. Suasana Daerah Istimewa Yogyakarta begitu meriah dari pintu masuk oleh iringan musik hip hop gending Jawa yang ditampilkan Chair Foundation.
Hadir dalam acara pemukaan ini Presiden PKS, Luthfi Hasan Ishaq; Sekjend PKS, Anis Matta; Sri Sultan Hamengkubuwono X, empat menteri dari PKS, Gubernur Jawa Barat, Gubernur Sumatra Barat, perwakilan dari seluruh DPW dan DPD PKS se-Indonesia, dan ribuan kader serta simpatisan PKS dari seluruh Indonesia.
Dalam sambutannya Sri Sultan Hamengkubuwono X menyampaikan dukungan dan apresiasinya terhadap Mukernas PKS yang diselenggarakan di Yogyakarta. Dengan memilih Yogyakarta sebagai ajang Mukernas-nya, menunjukkan bahwa PKS telah Berbuat Untuk Yogyakarta dengan ikut menggerakkan pariwisata Yogyakarta yang berbasis kerakyatan, tegas beliau.
Melihat permasalahan Indonesia yang sedemikian kompleks dan skopenya luas, Luthfi Hasan mendorong kerja sama dari seluruh elemen bangsa Indonesia untuk berkontribusi dalam proses perbaikan bangsa. Terlalu banyak persolana untuk diselesaikan. Karenanya sangat tidak mungkin kita bekerja sendidrian untuk menyelesaikan beragam persoalan tersebut, ungkapnya. Selain itu Luthfi Hasan menginstruksikan kepada kader-kader PKS untuk menjaga semangat dan prinsip gerakan hingga tercapai tujuan yang diimpi-impikan.

Demokrat marah, PKS melubangi perahunya

Sikap PKS yang membelot dalam voting angket mafia pajak di DPR beberapa waktu lalu dinilai sudah mengganggu keutuhan koalisi yang terbentuk dalam Setgab. PKS diibaratkan seperti melubangi perahu koalisi yang sedang berlayar.

"Saya ibaratkan seperti perahu yang hendak berlayar menuju ke satu tujuan, tapi ada salah satu anggotanya yang juga sama-sama berlayar ke satu tujuan tapi kerjaannya melubangi perahu," ujar Wakil Sekjen Partai Demokrat, Saan Mustofa dalam diskusi polemik Radio Trijaya 'Koalisi Pecah, Kabinet Terbelah' di Warung Daun, Jl Cikini Raya, Jakarta Pusat, Sabtu (26/2/2011).

Menurut Saan, sikap PKS tersebut sangat mengganggu keutuhan koalisi dengan Demokrat. Sikap PKS yang berbeda dengan anggota koalisi lainnya tersebut patut dipertanyakan.

"Kita harus membersihkan air yang masuk ke dalam perahu, kan mengganggu juga," tuturnya.

Oleh karena itu, Demokrat akan melakukan evaluasi terhadap koalisi yang terbentuk. "Itu akan menjadi bahan evaluasi terhadap mitra koalisi. Dari awal entah menang atau kalah dalam angket mafia pajak, akan djadikan momentum untuk evaluasi keberadaan koalisi," jelasnya.

Saan pun berharap, DPP Demokrat dan Ketua Dewan Pembina bisa dengan cepat melakukan sebuah sikap tegas terhadap koalisi. Dari hasil evaluasi ini akan diketahui apakah Demokrat akan mengikhlaskan PKS dan Golkar keluar dari koalisi.

"Kalau koalisi tapi lebih banyak perbedaan, itu patut dipertanyakan," tandasnya.

Kamis, 24 Februari 2011

Kritik dari "Sang Guru"

Guruku 'comment' lucu tapi mendidik.....komentarnya singkat tapi justru memperlihatkan kekeliruan saya dalam memasang image/gambar di blog. Saya langsung mengganti gambar header di blog biar plong, he...he... thank U ya pak Guru.

Rabu, 23 Februari 2011

Menjadi tokoh Masyarakat

Ada yang menarik nih dari amanat Presiden PKS, bahwa kini saatnya kader jadi 'tokoh masyarakat' (saya pake hurup kecil, karena merasa nyali saya nih masih kecil untuk jadi tokoh masyarakat). Kalao 'toko-toko diang' baru bisa..hee..he..
sudah sering jadi pembahasan dalam setiap pertemuan kader, bagaimana menjadi tokoh, atau meng-'upgrade' kader jadi TOKOH . tapi kelihatannya masih dalam batas wacana. Memang di Jakarta, menurut sumber upgrading action ini bisa nampak membuahkan hasil tapi di Makassar ini (minimal pengamatan saya...masih nihil)
pertama. karena untuk menjadi 'tokoh' dia harus dikenal dulu oleh lingkungannya
kedua, dia harus bisa memberi kontribusi sosial (charity, hospitaliy)
ketiga, dia harus sukses dari sege ekonomi , strata sosial tinggi.
dan keempat dia memang ditakdirkan untuk menjadi tokoh...





,

Selasa, 22 Februari 2011

PKS versi Cak Nun

Kata beliau, cak nun - seniman jawa timur ini yang juga intelektual Islam mengatakan bahwa seharusnya PKS punya laboratorium ilmu, maksudnya PKS dalam setiap langkah - langkah politiknya harus masuk 'lab' dulu baru di aplikasikan. seperti dikutip di situs resmi mukernas hari ini.
Emha Ainun Nadjib membacakan sebuah ayat dalam qur’an “… yang kamu kira baik bagimu,belum tentu baik baikmu…” Cak nun menyatakan dari ayat ini manusia diberi kesempatan untk berdialog oleh Allah untuk sebaik mungkin melakukan pertimbangan sebelum mengambil keputusan. Demikian juga dengan PKS, agar matang dalam setiap keputusan dengan pilihan pilihannya. “Maka PKS harus punya laboratium ilmu” kata Cak Nun.
Menurut budayawan ini,hal ini penting karena ilmu bisa jadi memberikan jawaban atas persoalan yg dihadapi PKS.”Lha,kalau ilmu ndak menjawab,PKS kan punya istikharah,” ungkapnya
Yang penting dari itu,ungkapnya adalah sebagai orang islam harus punya mekanis untul selalu OL (online) dengan Allah.

Mukernas Jogja, ada apa?


Soal kreatifitas
PKS jagonya, itu komentar pengamat lho? ada banyak aktifitas yang dilakukan dalam rangka pra Mukernas di Jogja. ada Penanaman 32 ribu pohon di lereng gunung Merapi. ada Expo, ada kunjungan ke Pasar Tradisional, ada silaturrahim dengan seniman Jogja...trus ada banyak lagi yang kata orang disebut 'charity. social action...atau apalah namanya yang penting satu tujuan "it's me" ini lah saya....Partai Kita Semua. Tapi kita berharap banyak dalam Mukernas kali ini , titik berat pemikiran Partai adalah 'economical empowerment' tumbuh kembang ekonomi kader supaya tidak malu lagi sebagai kader yang belum "sejahtera"
semoga ....
Yogyakarta (22/2) PKS Expo sebagai bagian dari serangkaian Mukernas PKS resmi dibuka oleh Calon Walikota Yogyakarta Zuhrif Hudaya siang ini di Gedung Wanitatama. Acara PKS Expo akan digelar selama 6 hari mulai tanggal 22-27 Februari 2011.
Acara ini diselenggarakan dengan maksud menggiatkan semangat kewirausahaan masyarakat di Indonesia. Acara yang diselenggarakan dalam rangka menyemarakkan Mukernas PKS 2011 ini juga ditujukan sebagai media promosi khususnya pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM)
Dari kegiatan ini diharapkan mampu membuka peluang pasar dan kesempatan kepada usaha mikro kecil dan menengah bahkan besar untuk bersosialisasi pada para buyer. Diharapkan para pedagang mikro kecil dan menengah atau para pengusaha mampu memberikan andil atau pesanan-pesanan yg lebih besar, tegas Calon Walikota Yogya yang sekaligus sebagai sekretaris Mukernas PKS 2011. Zuhrif juga menyatakan bahwa kegiatan ini merupakan momen stimulus pemasaran.
Sehari sebelum Expo Presiden PKS Luthfi Hasan Ishaaq berkunjung ke Pasar Beringharjo di jalan Malioboro, dan melakukan dialog dengan para pedagang sebagai pelaku UMKM di pasar tersebut. PKS memberikan apresiasi yang tinggi terhadap UMKM oleh karena UMKM ini merupakan salah satu penopang utama perekonomian rakyat . Tak dapat dipungkiri UMKM merupakan bidang ekonomi yang paling handal dalam menghadapi krisis ekonomi yang pernah dihadapi bangsa ini. PKS Expo merupakan bentuk apresiasi konkrit yang dilakukan PKS, hal ini diharapkan memebrikan kontribusi besar bagi perkembangan dan kebangkitan wirausaha khususnya pelaku UMKM yang ada di Jogja. Apalagi Jogja baru saja lepas dari erupsi merapi yang berdampak luas di Jogja..
PKS Expo yang merupakan rangkaian dari kegiatan Mukernas PKS 2011 ini diikuti oleh 81 peserta pengusaha lokal Jogja juga pengusaha kecil dan menengah dari Jakarta, Bandung dan Jawa Tengah dengan berbagai jenis usaha, mulai dari produk dan oleh-oleh khas Jogja, makanan, pakaian muslim/muslimah, alat peraga pendidikan, kesehatan sampai dengan franchise.

Pembukaan PKS Expo akan dimeriahkan oleh tim Hadroh UIN Sunan Kali Jaga Yogyakarta yang akan tampil secara maksimal. Selama expo di gelar akan diisi juga dengan acara-acara yang menarik seperti Talkshow, Bedah Buku, Donor Darah, Nashedan, Refleksi Film, Seminar Nasional Keuamatan, sampai Pagelaran Wayang Kulit dan Dialog Dakwah lewat Budaya. PKS Expo ini diperuntukkan bagi masyarakat umum yang menghadirkan multi produk dan banyak diskon.

Senin, 21 Februari 2011

Akhirnya menikah juga?

Akhirnya menikah juga, kira2 itulah kalimat yang kurang lebih tepat untuk sobatku yang satu ini...perjalanan panjang , seleksi yang ketat, dan sudut pandang yang multi dimensional yang menyebabkan akhina ini baru bisa menetukan pilihan ...ya pilihan untuk kebahagiaan dia dan dakwahnya...amin.

Dulu dia adalah partner saya di Pergerakan ini(baca harakah). ,militan dan konsisten dengan amanah yang diberikan meskipun itu terasa berat.mulai dari sosialisasi pilgub, pilkada sampai pemilu, akh Risal ini tak pernah menyatakan 'TIDAK' untuk sebuah amanah yang saya berikan. Terkadang sampai menjelang adzan subuh baru kami pulang bersama menunaikan tugas partai ini. Ada sobat saya , Amar, Jafar Nurdin bersama Risal menjelajah malam..memasang spanduk, stiker, memanjat pohon tanpa merasa takut, jangan-jangan ada orang'jahat' yang mengganggu. Dan saya kira kini saatnya untuk berubah. Antum sebentar lagi akan punya amanah baru yang saya kira itu tak kalah berat dengan amanah yang telah kita emban di Partai ini.Akhirul kalam "selamat berbahagi akhi.....terima kasih kebersamaan ini ...selama ini, dalam hati yang paling dalam saya bahagia antum akan menikah tapi disisi lain kita sdh tidak bisa lagi memanjat pohon memasang spanduk, stiker dan alat peraga pemilu lainnya..." dunia ini 'must go on'

Selasa, 15 Februari 2011

PRIORITAS AMALAN HATI ATAS AMALAN ANGGOTA BADAN

DI ANTARA amalan yang sangat dianjurkan menurut pertimbangan agama ialah amalan batiniah yang dilakukan oleh hati manusia. Ia lebih diutamakan daripada amalan lahiriah yang dilakukan oleh anggota badan, dengan beberapa alasan.

Pertama, karena sesungguhnya amalan yang lahiriah itu tidak akan diterima oleh Allah SWT selama tidak disertai dengan amalan batin yang merupakan dasar bagi diterimanya amalan lahiriah itu, yaitu niat; sebagaimana disabdakan oleh Nabi saw:

"Sesungguhnya amal perbuatan itu harus disertai denganniat." 32

Arti niat ini ialah niat yang terlepas dari cinta diri dan dunia. Niat yang murni untuk Allah SWT. Dia tidak akan menerima amalan seseorang kecuali amalan itu murni untuk-Nya; sebagaimana difirmankan-Nya:

"Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama dengan lurus..." (al-Bayyinah: 5)
Rasulullah saw bersabda,

"Sesungguhnya Allah tidak menerima amalan kecuali yang murni, yang dilakukan hanya untuk-Nya."33

Dalam sebuah hadits qudsi diriwayatkan, Allah SWT berfirman,

"Aku adalah sekutu yang paling tidak memerlukan persekutuan. Barangsiapa melakukan suatu amalan kemudian dia mempersekutukan diri-Ku dengan yang lain, maka Aku akan meninggalkannya dan meninggalkan sekutunya." Dalam riwayat yang lain disebutkan: "Maka dia akan menjadi milik sekutunya dan Aku berlepas diri darinya." 34

Kedua, karena hati merupakan hakikat manusia, sekaligus menjadi poros kebaikan dan kerusakannya. Dalam Shahih Bukhari dan Muslim disebutkan bahwasanya Nabi saw bersabda,

"Ketahuilah sesungguhnya di dalam tubuh manusia ada segumpal darah, apabila dia baik maka baiklah seluruh tubuhnya, dan apabila dia rusak, maka rusaklah seluruh tubuhnya. Ketahuilah bahwa segumpal darah itu ialah hati."35

Nabi saw. menjelaskan bahwasanya hati merupakan titik pusat pandangan Allah, dan perbuatan yang dilakukan oleh hatilah yang diakui (dihargai/dinilai) oleh-Nya. Karenanya, Allah hanya melihat hati seseorang, bila bersih niatnya, maka Allah akan menerima amalnya: dan bila kotor hatinya (niatnya tidak benar), maka otomatis amalnya akan ditolak Allah, sebagaimana disabdakan oleh baginda,

"Sesungguhnya Allah SWT tidak melihat kepada tubuh dan bentuk kamu, tetapi Dia melihat kepada hati-hati kamu." 36

Yang dimaksudkan di sini ialah diterima dan diperhatikannya amalan tersebut.

Al-Qur'an menjelaskan bahwasanya keselamatan di akhirat kelak, dan perolehan surga di sana, hanya dapat dicapai oleh orang yang hatinya bersih dari kemusyrikan, kemunafikan dan penyakit-penyakit hati yang menghancurkan. Yaitu orang yang hanya menggantungkan diri kepada Allah SWT, sebagaimana yang Dia firmankan melalui lidah nabi-Nya, Ibrahim al-Khalil a.s.

"Dan janganlah Engkau hinakan aku pada hari mereka dibangkitkan. (Yaitu) di hari harta dan anak-anak tidak berguna. Kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih." (as-Syu'ara': 87-89)

"Dan didekatlah surga itu kepada orang-orang yang bertaqwa pada tempat yang tiada jauh (dari mereka). Inilah yang dijanjikan kepadamu, (yaitu) kepada setiap hamba yang selalu kembali (kepada Allah) lagi memelihara (semua peraturan-peraturan-Nya). (Yaitu) orang yang takut kepada tuhan Yang Maha Pemurah sedang Dia tidak kelihatan (olehnya) dan dia datang dengan hati yang bertobat." (Qaf: 31-33)

Keselamatan dari kehinaan pada hari kiamat kelak hanya diberikan kepada orang yang datang kepada Allah SWT dengan hati yang bersih. Dan surga hanya diberikan kepada orang yang datang kepada Tuhannya dengan hati yang pasrah.

Taqwa kepada Allah --yang merupakan wasiat bagi orang-orang terdahulu dan yang terkemudian, merupakan dasar perbuatan yangutama, kebajikan, kebaikan di dunia dan akhirat-- pada hakikat dan intinya merupakan persoalan hati. Oleh karena itu Nabi saw bersabda, "Taqwa itu ada di sini," sambil menunjuk ke dadanya sebanyak tiga kali. Beliau mengatakannya sebanyak tiga kali sambil memberikan isyarat dengan tangannya ke dadanya agar dapat dipahami oleh akal dan jiwa manusia.

Sehubungan dengan hal ini, al-Qur'an memberi isyarat bahwa ketaqwaan itu dilakukan oleh hati manusia:

"Demikianlah (perintah Allah). Dan barangsiapa mengagungkan syiar-syiar Allah, maka sesungguhnya itu timbul dari ketaqwaan hati." (al-Hajj: 32)

Semua tingkah laku dan perbuatan yang mulia, serta tingkatan amalan rabbaniyah yang menjadi perhatian para ahli suluk dan tasawuf, serta para penganjur pendidikan ruhaniah, merupakan perkara-perkara yang berkaitan dengan hati; seperti menjauhi dunia, memberi perhatian yang lebih kepada akhirat, keikhlasan kepada Allah, kecintaan kepada Allah dan Rasul-Nya, tawakkal kepada Allah, mengharapkan rahmat-Nya, takut kepada siksaan-Nya, mensyukuri nikmatNya, bersabar atas bencana, ridha terhadap ketentuan-Nya, selalu mengingat-Nya, mengawasi diri sendiri... dan lain-lain. Perkara-perkara ini merupakan inti dan ruh agama, sehingga barangsiapa yang tidak memiliki perhatian sama sekali terhadapnya maka dia akan merugi sendiri, dan juga rugi dari segi agamanya.

Siapa yang mensia-siakan umurnya, maka dia tidak akan mendapatkan apa-apa

Anas meriwayatkan dari Nabi saw,

"Tiga hal yang bila siapapun berada di dalamnya, maka dia dapat menemukan manisnya rasa iman. Hendaknya Allah dan Rasul-Nya lebih ia cintai daripada yang lain; hendaknya ia mencintai seseorang yang ia tidak mencintainya kecuali karena Allah; dan hendaknya ia benci untuk kembali kepada kekafiran sebagaimana dia benci untuk dilemparkan ke dalam api neraka." 37

"Tidak beriman salah seorang di antara kamu sehingga aku lebih dicintainya daripada orangtua dan anaknya, serta manusia seluruhnya." 38

Diriwayatkan dari Anas bahwa ada seorang lelaki yang bertanya kepada Nabi saw, "Kapankah kiamat terjadi wahai Rasulullah?" Beliau balik bertanya: "Apakah yang telah engkau persiapkan?" Dia menjawab, "Aku tidak mempersiapkan banyak shalat dan puasa, serta shadaqah, tetapi aku mencintai Allah dan Rasul-Nya." Rasulullah saw kemudian bersabda, "Engkau akan bersama orang yang engkau cintai."39

Hadits ini dikuatkan oleh hadits Abu Musa bahwa ada seseorang berkata kepada Nabi saw, "Ada seseorang yang mencintai kaum Muslimin, tetapi dia tidak termasuk mereka." Nabi saw menjawab, "Seseorang akan bersama dengan orang yang dia cintai."40

Hadits-hadits tersebut menunjukkan bahwa cinta kepada Allah SWT dan Rasulullah, serta cinta kepada hamba-hamba-Nya yang shaleh merupakan cara pendekatan yang paling baik kepada Allah SWT; walaupun tidak disertai dengan tambahan shalat, puasa dan shadaqah.

Hal ini tidak lain adalah karena cinta yang murni merupakan salah satu amalan hati, yang memiliki kedudukan tinggi di sisi Allah SWT.

Atas dasar itulah beberapa ulama besar berkata,

"Aku cinta kepada orang-orang shaleh walaupun aku tidak termasuk golongan mereka."

"Aku berharap hahwa aku bisa mendapatkan syafaat (ilmu, dan kebaikan) dari mereka."

"Aku tidak suka terhadap barang-barang maksiat, walaupun aku sama maksiatnya dengan barang-barang itu. "

Cinta kepada Allah, benci karena Allah merupakan salah satu bagian dari iman, dan keduanya merupakan amalan hati manusia.

Dalam sebuah hadits disebutkan,

"Barangsiapa mencintai karena Allah, marah karena Allah, memberi karena Allah, menahan pemberian karena Allah, maka dia termasuk orang yang sempurna imannya."41

"Ikatan iman yang paling kuat ialah berwala' karena Allah, bermusuhan karena Allah, mencintai karena Allah, dan membenci karena Allah SWT." 42

Oleh sebab itu, kami sangat heran terhadap konsentrasi yang diberikan oleh sebagian pemeluk agama, khususnya para dai' yang menganjurkan amalan dan adab sopan santun yang berkaitan dengan perkara-perkara lahiriah lebih banyak daripada perkara-perkara batiniah; yang memperhatikan bentuk luar lebih banyak daripada intinya; misalnya memendekkan pakaian, memotong kumis dan memanjangkan jenggot, bentuk hijab wanita, hitungan anak tangga mimbar, cara meletakkan kedua tangan atau kaki ketika shalat, dan perkara-perkara lain yang berkaitan dengan bentuk luar lebih banyak daripada yang berkaitan dengan inti dan ruhnya. Perkara-perkara ini, bagaimanapun, tidak begitu diberi prioritas dalam agama ini.

Saya sendiri memperhatikan --dengan amat menyayangkan-- bahwa banyak sekali orang-orang yang menekankan kepada bentuk lahiriah ini dan hal-hal yang serupa dengannya --Saya tidak berkata mereka semuanya-- mereka begitu mementingkan hal tersebut dan melupakan hal-hal lain yang jauh lebih penting dan lebih dahsyat pengaruhnya. Seperti berbuat baik kepada kedua orangtua, silaturahim, menyampaikan amanat, memelihara hak orang lain, bekerja yang baik, dan memberikan hak kepada orang yang harus memilikinya, kasih-sayang terhadap makhluk Allah, apalagi terhadap yang lemah, menjauhi hal-hal yang jelas diharamkan, dan lain-lain sebagaimana dijelaskan oleh Allah SWT kepada orang-orang yang beriman di dalam kitab-Nya, di awal surah al-Anfal, awal surah al-Mu'minun, akhir surah al-Furqan, dan lain-lain.

Saya tertarik dengan perkataan yang diucapkan oleh saudara kita, seorang dai' Muslim, Dr. Hassan Hathout yang tinggal di Amerika, yang sangat tidak suka kepada sebagian saudara kita yang begitu ketat dan kaku dalam menerapkan hukum Islam yang berkaitan dengan daging halal yang telah disembelih menurut aturan syariat. Mereka begitu ketat meneliti daging-daging tersebut apakah ada kemungkinan bahwa daging tersebut tercampur dengan daging atau lemak babi, walaupun persentasenya hanya sebesar satu persen, atau seperseribunya; tetapi dalam masa yang sama dia tidak memperhatikan bahwa dia memakan bangkai saudaranya setiap hari beberapa kali (dengan fitnah dan mengumpat/ghibah), sehingga saudaranya dapat menjadi sasaran syubhat dan tuduhan, atau dia sendiri yang menciptakan tuduhan-tuduhan tersebut.

Catatan kaki:
32 Muttafaq Alaih dari Umar (al-Lu'lu' wa al-Marjan, 1245), hadits pertama yang dimuat dalam Shahih al-Bukhari ^
33 Diriwayatkan oleh Nasai dari Abu Umamah, dan dihasankan olehnya dalam Shahih al-Jami' as-Shaghir(1856) ^
34 Muslim meriwayatkannya dari Abu Hurairah r.a. dengan lafal hadits yang pertama, sedangkan lafal yang lainnya diriwayatkan oleh Ibn Majah. ^
35 Muttafaq 'Alaih, dari Nu'man bin Basyir, yang merupakan bagian daripada hadits, "Yang halal itu jelas, dan yang haram itu juga jelas" (Lihat al-Lu'lu' wa al-Marjan, 1028) ^
36 Diriwayatkan oleh Muslim dari Abu Hurairah r.a. (2564)^
37 Muttafaq 'Alaih dari Anas (al-Lu'lu'wa al-Marjan, 26) ^
38 Muttafaq 'Alaih dari Anas (al-Lu'lu' wa al-Marjan, 27) ^
39 Muttafaq 'Alaih dari Anas (al-Lu'lu' wa al-Marjan, 1693) ^
40 Muttafaq 'Alaih dari Anas (al-Lu'lu' wa al- Marjan, 1694) ^
41 Diriwayatkan oleh Abu Dawud dalam kitab al-Sunnah dari Abu Umamah (4681), dan dalam al-Jami' as-Shaghir riwayat ini dinisbatkan kepada Dhiya' (Shahih al-Jami' as-Shaghir, 5965) ^
42 Diriwayatkan oleh al-Thayalisi, Hakim, dan Thabrani dalam al-Kabir, dan al-Awsath dari Ibn Mas'ud, Ahmad, dan Ibn Abi Syaibah dari Barra" dan juga diriwayatkan oleh Thabrani dari Ibn ,Abbas (Shahih al-Jami' as-Shaghir, 2539) ^

Senin, 14 Februari 2011

PRIORITAS BERAMAL PADA ZAMAN FITNAH

PRIORITAS yang sangat dianjurkan ialah tetap bekerja pada saat terjadinya fitnah, cobaan, dan ujian yang sedang menimpa umat. Amal shaleh merupakan dalil kekuatan beragama  seseorang,  dan keteguhannya   dalam   berkeyakinan  dan  memegang  kebenaran. Keperluan untuk melakukan amal shaleh pada  masa  seperti  ini lebih  ditekankan  daripada  masa-masa yang lain. Dalam sebuah hadits shahih disebutkan,

"Orang mu'min yang kuat adalah lebih baik dan lebih dicintai oleh Allah daripada orang mu'min yang lemah."26

Hadits ini lebih ditegaskan lagi oleh sabda Nabi saw,

"Jihad yang paling utama ialah mengatakan kebenaran di depan penguasa yang zalim." 27

Rasulullah saw juga bersabda,

"Penghulu para syahid ialah Hamzah bin Abd al-Muttallib, dan orang yang menghadap kepada penguasa, kemudian dia menyuruh dan melarangnya, lalu penguasa itu membunuhnya." 28
  
"Seutama-utama orang yang mati syahid adalah orang-orang yang berperang di barisan yang paling pertama dengan tidak memalingkan wajah mereka sama sekali hingga terbunuh. Mereka itu akan berguling-guling di kamar-kamar utama di surga. Rabb-mu tersenyum kepada mereka. Jika Rabb-mu tersenyum kepada seorang hamba disuatu tempat, maka tiada hisab (perhitungan) lagi atasnya." (Ahmad, Abu Ya'la dan Thabrani dari Abu Nu'aim bin Hammad, Shahih al-Jami' as-Shagir, 1107)

Oleh karena itulah, kelebihan dan keutamaan  diberikan  kepada orang  yang  teguh  dalam  memegang  agamanya  pada  masa-masa terjadinya fitnah dan cobaan,  sehingga  ada  beberapa  hadits yang mengatakan bahwa orang yang berpegang teguh kepada ajaran agamanya pada hari-hari yang memerlukan  kesabaran,  maka  dia akan mendapatkan lima puluh pahala sahabatnya.

Abu  Dawud,  Tirmidzi,  dan Ibn Majah meriwayatkan dalam Kitab Sunan mereka.

Dari Abu Umayyah as-Sya'bani berkata, "Aku bertanya kepada Abu Tsa'labah al-Khasyani berkata, 'Hai Abu Tsa'labah, bagaimanakah engkau memahami ayat ini,' ... jagalah dirimu; tiadalah orang yang sesat itu akan memberi mudharat kepadamu apabila kamu telah mendapat petunjuk. Hanya kepada Allah kamu kembali semuanya... (al-Ma'idah, 105)?, Abu Tsa'labah menjawab, 'Demi Allah engkau telah menanyakan hal ini kepada orang yang pernah diberitahu mengenai perkara ini. Aku pernah bertanya kepada Rasulullah saw, kemudian beliau Rasulullah menjawab, 'Lakukan amar ma'ruf, dan cegahlah kemungkaran, sehingga apabila engkau melihat kekikiran yang dipatuhi, hawa nafsu yang dituruti. dan dunia yang diutamakan, dan setiap orang membanggakan pemikirannya, 29 maka hendaklah engkau menjaga dirimu sendiri, dan tinggalkan orang awam, karena sesungguhnya di belakangmu masih ada hari-hari yang panjang. Kesabaran untuk menghadapi hal itu seperti orang-orang yang menggenggam bara api. Bagi orang yang melakukan amal kebaikan pada masa seperti ini akan mendapatkan pahala lima puluh orang yang mengerjakan perbuatan seperti itu.'" (Diriwayatkan oleh Abu Dawud, dan Tirmidzi) dia berkata, "Hadits ini hasan gharib." Abu Dawud dan Tirmidzi menambahkan, "Dikatakan kepada Rasulullah, 'Wahai Rasulullah, pahala lima puluh orang daripada kami atau mereka?' Rasulullah menjawab, 'Pahala lima puluh orang dari kalian.'""30

Apa yang dimaksudkan oleh hadits ini bukanlah orang-orang yang terdahulu  masuk  Islam,  yang terdiri atas para Muhajirin dan Anshar, para pengikut  Perang  Badar,  orang-orang  yang  ikut serta  dalam  Bai'at  Ridhwan, dan yang semisal dengan mereka, karena  tak  seorangpun  sesudah  mereka  yang  bisa  mencapai derajat  seperti  mereka.  Akan  tetapi,  sasaran  hadits itu: hendak memacu semangat orang-orang yang  bekerja  untuk  Islam pada  hari  di  mana  terjadi  banyak  sekali  ujian  (fitnah) terhadapnya. Allah berjanji melalui lidah Rasulullah saw,  Dia akan  memberikan  pahala  yang berlipat ganda, atau lima puluh kali lipat pahala pada zaman kemenangan dan kejayaan.

Apa  yang  pernah  diberitahukan  oleh  Rasulullah  saw  telah menjadi  kenyataan.  Orang-orang  yang bekerja untuk agamanya, yang terus bersabar dalam  pekerjaannya  bagaikan  orang  yang hendak  mati.  Mereka  menghadapi serangan dari dalam dan juga serangan  dari  luar.  Semua  kekuatan  kafir   bersatu   padu menyerang   dan   memperdaya  dirinya,  walaupun  berbeda-beda bentuknya, padahal Allah  SWT  sedang  mengepung  mereka  dari belakang.  Allah  akan  memberikan  bantuan kepada orang-orang yang teguh  dalam  menghadapi  tipu  daya  musuh  yang  hendak menghancurkan  Islam.  Allah  akan  mempersempit  ruang  gerak mereka, dan akan memporak-porandakan mereka,  sehingga  mereka sama sekali tidak menemukan jalan ke luar.

Diriwayatkan  dari Ma' qal bin Yasar r.a. bahwa Rasulullah saw bersabda,

"Ibadah yang dilakukan pada walau terjadinya fitnah pembunuhan (al-haraj), adalah sama dengan hijrah kepadaku.'31

Al-Haraj pada hadits ini  berarti  perselisihan  pendapat  dan fitnah.  Ada  pula  yang menafsirkan dengan pembunuhan, karena sesungguhnya fitnah dan perselisihan pendapat merupakan  sebab timbulnya pembunuhan tersebut.

Catatan kaki:
26 Diriwayatkan oleh Ahmad. Muslim, dan Ibn Majah dari Abu Hurairah r.a. (Shahih al-Jami' as-Shaghir, 6650) ^
27 Diriwayatkan oleh Ibn Majah dari Abu Sa'id; dan juga diriwayatkan oleh Ahmad, Ibn Majah, Thabrani, dan Baihaqi dalam as-Syu'ab dari Abu Umamah, Ahmad, Nasai, dan Baihaqi dari Thariq bin Syihab, ibid. 1100. ^
28 Diriwayatkan oleh Hakmin dan Dhiya' dari Jabir, dan di-hasan-kan olehnya dalam Shahih al-Jami' as-Shaghir, 3676 ^
29 Ibn Majah menambahkan, "Dan engkau melihat suatu perkara yang kamu tidak dapat disalahkan karenanya." Artinya, engkau melihat kerusakan yang tiada tandingannya dan tidak ada kemampuan bagimu untuk menyingkirkannya. Ini merupakan tambahan yang sangat penting dalam hadits ini, yang menunjukkan bahwa seorang manusia tidak boleh meninggalkan amar ma'ruf dan nahi mungkar kecuali ketika dia merasa lemah, karena untuk bisa mengubahnya dia memerlukan kekuatan dan usaha yang lebih besar. ^
30 Diriwayatkan oleh Abu Dawud dalam al-Malahim (4341) dan Tirmidzi dalam al-Tafsir (3060) dan dia berkata: "Hadits ini hasan gharib." Dan juga diriwayatkan oleh Ibn Majah dalam al-Fitan (4014) ^
31 Diriwayatkan oleh Ahmad, Muslim, Tirmidzi, dan Ibn Majah (Shahih al-Jami' as-Shaghir, 3974)
^

Minggu, 13 Februari 2011

Tugasku: Materi Jihad

Ibnu Qoyyim menjelaskan makna jihad dengan ringkas dalam bukunya: Zaadul-Ma’ad pada sub bahasan “Sikap Rasulullah SAW Terhadap Orang Kafir dan Munafik Sejak Masa Kenabian Sampai Wafat”.  “Wahyu Allah pertama kepada Nabi Muhammad adalah (Iqra’ Bismi robbika-L-Ladzi Kholaq), sebuah perintah untuk membaca dan belum diperintah tabligh (menyampaikan). Kemudian turun ayat (Yaa Ayyuhal Muddatsir Qum Faandzir) yakni perintah Allah untuk menyampaikan risalah. Allah memerintahkan Nabi untuk berdakwah kepada famili  dan kerabat terdekat, kemudian berdakwah kepada kaumnya  serta akhirnya kepada seluruh manusia di dunia. Dalam masa 10 tahun, Nabi melaksanakan  dakwah tanpa pertumpahan darah dan tanpa memungut jizyah. Beliau diperintahkan untuk menahan diri dari peperangan. Hingga  kemudian  tiba masa diizinkan berhijrah dan akhirnya diizinkan berperang. Namun Izin perang pun  pertama kali diberikan sebatas memerangi orang-orang yang menyerang. Kemudian turun izin memerangi orang-orang yang menolak dakwah agar Allah memenangkan agamaNya.
Ibnu Qoyyim melanjutkan keterangannya: Setelah turun wahyu tentang perintah perang, orang-orang kafir pun menjadi terbagi tiga: Golongan yang berdamai dan dalam perjanjian dengan Umat Islam, kedua : Golongan yang memerangi (muharib) dan ketiga : Golongan Ahlu adz-Dzimmah ( Dalam komunitas muslim dan siap membayar jizyah). Kepada mereka yang dalam perjanjian dan perdamaian, sikap umat Islam adalah menepati janji dan tetap dalam perdamaian selama mereka setia terhadap perjanjian tersebut. Jika dikhawatirkan mereka berkhianat maka perjanjian boleh dihentikan, tetapi tetap tidak boleh memerangi mereka. Kecuali setelah dilakukan klarifikasi terhadap pengkhianatan mereka, maka  barulah dibolehkan memerangi  mereka, sebagaimana penjelasan Allah dalam surat at-Taubah yang maksudnya:  Diperintahkan memerangi ahlul-Kitab sehingga  mereka memilih satu dari dua alternatif, membayar Jizyah atau menerima Islam. Karena Allah  telah memerintahkan memerangi orang-orang kafir dan munafik serta bersikap tegas kepada mereka, maka Nabi Muhammad SAW pun melakukan  jihad melawan orang-orang Kafir dengan pedang dan kekuatan serta dengan argumentasi kuat terhadap orang-orang munafik.

Jihad berasal dari akar kata bahasa Arab ( Jahada ), berarti mengerahkan segenap potensi dengan ucapan dan tindakan. Di antara pecahan kata dari kata jihad  adalah mujahadah ( optimalisasi amal shalih ), jahdun ( kerja keras) dan juhdun ( usaha ).

Secara terminologis jihad  berarti memerangi orang kafir dan sebangsanya dengan memukulnya, merampas hartanya, membunuhnya atau menghancurkan berhala-berhalanya dsb. Kesemuanya itu dilakukan dalam rangka membela Islam untuk meraih ridho Allah SWT. Maka terminologi Jihad biasa dikaitkan dengan Fi Sabilillah.

Abdullah ibnu Abbas mengatakan: Jihad adalah mengoptimalkan potensi di jalan Allah dengan tanpa rasa takut sedikitpun dari cemoohan dan ejekan orang lain.

Al-Muqatil berkata: Jihad adalah bekerja untuk Allah dengan sungguh-sungguh dan beribadah kepadaNya dengan sebenar-benarnya.

Abdullah bin al-Mubarak berkata: Memerangi hawa nafsu termasuk jihad.

DR. Said Ramadhan al-Buthi juga menjelaskan, bahwa berjihad adalah optimalisasi upaya dalam rangka meninggikan Kalimat Allah. Perang di Jalan Allah adalah bentuk jihad tertinggi untuk memenangkan agama Allah dan melaksanakan hukum-hukumNya secara total.



Kedudukan Jihad.

Jihad dalam Islam menempati kedudukan yang sangat tinggi, sebagaimana penjelasan Nabi Muhammad SAW, bahwa jihad adalah Dzarwatu Sinam al-Islam ( Puncak Ajaran Islam ).

Allah SWT berfirman :

( انفروا خفافا وثقالا وجاهدوا بأموالكم وأنفسكم في سبيل الله ذلكم خير لكم إن كنتم تعلمون )

Berangkatlah (berperang) dalam keadaan ringan atau berat dan berjihadlah dengan harta dan dirimu di jalan Allah, hal demikian itu lebih baik bagi kalian jika kalian mengetahui. ( QS at-Taubah: 41 ).

FirmanNya yang lain artinya: Sesungguhnya Allah membeli dari orang-orang mukmin diri dan harta mereka, ( dengan balasan ) bagi mereka Syurga…….(QS. At-Taubah: 111).

FirmanNya yang lain artinya: Sesungguhnya orang beriman yaitu mereka yang mengimani Allah dan RasulNya, tanpa keraguan sedikitpun, serta berjihad dengan harta dan diri mereka di Jalan Allah, mereka itulah orang-orang yang yang benar (keimanannya) –QS al-Hujurat: 15.

Dalam ayat-ayat tersebut di atas jihad di samping merupakan perintah Allah SWT, ia juga merupakan amalan yang memberikan pencerahan dalam kehidupan di dunia berupa izzah ( harga diri ), soliditas komitmen terhadap keimanan, dan di akhirat Allah akan mengizinkan para mujahidin untuk memasuki Syurganya.

Dari Abu Hurairah r.a, ia berkata: Ditanyakan kepada Rasulullah SAW: Wahai Rasulullah, amalan apa yang menyamai Jihad di jalan Allah ? Nabi berkata: Tidak ada. ( Nabi menjawab seperti itu setiap ditanya pertanyaan tersebut ) Kemudian beliau bersabda: Perumpamaan Mujahid di jalan Allah seperti orang yang berpuasa dan melakukan qiyam dengan melantunkan ayat-ayat Allah tanpa jenuh dan bosan, sampai mujahid tersebut pulang dari berjihad (HR. Bukhari Muslim).

Abu Hurairah menceritakan seorang Shahabat Rasulullah SAW melewati sebuah dusun yang di dalamnya terdapat mata air yang jernih dan menakjubkan. Ketika dikatakan kepadanya: Tidakkah Anda tinggal di tempat itu (untuk beribadah) ? Ia berkata: Oh tidak, sampai aku minta izin kepada Rasulullah SAW. Rasulullah SAW bersabda kepada para Shahabat: Jangan kalian lakukan itu, karena posisi seorang dari kamu di jalan Allah jauh lebih baik dari shalat di rumahnya selama 70 (tujuh puluh) tahun, Bukankah kalian mengharapkan maghfirah Allah dan SyurgaNya ? Berperanglah di jalan Allah, Barang siapa yang berperang di jalan Allah lebih dari dua kali, niscaya ia akan memperoleh Syurga (HR Imam Tirmizi ).



Hukum Jihad.

Empat  mazhab besar sepakat tentang hukum kewajiban berjihad  adalah antara wajib kifayah dan wajib ain.
      Ø        Mazhab Hanafi: Jihad adalah fardhu kifayah, artinya, wajib bagi kita untuk memulai memerangi orang-orang kafir setelah sampai  kewajiban berdakwah meskipun mereka tidak memerangi kita. Imam wajib mengirimkan pasukan ke darul Harb setahun sekali ( atau dua kali) dan masyarakat wajib membantunya. Jika sebagian dari mereka telah menunaikannya, maka gugur kewajibannya bagi yang lainnya. Jika dengan sebagian tersebut ternyata belum mencukupi, maka wajib bagi sebagian yang terdekat dan terdekat berikutnya. Jika tidak mungkin mencukupi kecuali dengan seluruh masyarakat, maka ketika itulah hukum  jihad   menjadi fardhu ain sebagaimana halnya shalat.

( Kitab Majmu’ul Anhar Fi Syarhi Multaqal Akhbar ).

      Ø        Mazhab Maliki: Jihad di jalan Allah demi meninggikan KalimahNya setiap tahun adalah fardhu kifayah; jika sebagian sudah menunaikan, maka sebagian yang lain gugur kewajibannya. Ia menjadi fardhu ain (sebagaimana wajibnya shalat dan puasa) dengan penetapan dari Imam dan  bila ada serangan musuh di tengah kaum. Ia ditetapkan wajibnya untuk kaum tersebut dan kemudian kepada masyarakat yang terdekat jika tidak mampu menghadapinya. Pada kondisi ini ditetapkan pula kewajiban jihad   untuk wanita dan budak meskipun tidak diizinkan oleh suami dan majikannya . Juga ditetapkan atas pemilik hutang tanpa seizin penghutangnya. Sebagaimana ditetapkan wajibnya atas orang yang bernazar. Orang tua hanya boleh menghalangi anaknya dalam kondisi fardhu kifayah ( Kitab Bulghatus Salik Liaqrabil Masalik Fi Mazahibil Imam Malik ).

      Ø        Mazhab Syafi’I : Jihad pada masa Rasulullah SAW adalah fardhu kifayah namun sekaligus dikatakan juga fardhu ain. Adapun masa setelahnya, ada dua kondisi : Pertama: Jika orang-orang kafir berada di negerinya sendiri, jihad hukumnya fardhu kifayah; jika sudah ada dari kaum muslimin yang menunaikan dan mencukupinya, gugurlah kewajiban ini dari yang lain. Kedua: jika mereka masuk ke negeri kita, maka wajib bagi setiap warga yang mampu untuk mempertahankannya. Jika kondisi mengharuskan adanya peperangan, wajib bagi yang mampu untuk melakukannya, meskipun mereka kaum fakir miskin, anak dan penghutang, tanpa perlu meminta izin kepada siapapun ( al-Manhaj karangan Imam Nawawi ).

      Ø        Mazhab Hambali: Jihad adalah fardhu kifayah; jika sebagian telah melakukannya maka gugurlah kewajiban bagi yang lain. Dan ditetapkan keputusan selanjutnya dalam tiga keadaan: Pertama Jika kedua pasukan telah berhadapan maka haram bagi orang yang hadir di tempat untuk lari. Wajib baginya berperang. Kedua: Jika orang-orang kafir masuk dalam suatu negeri, maka diwajibkan kepada warganya untuk mempertahankan dan memerangi. Ketiga: Jika imam meminta masyarakat untuk maju berperang, maka wajib bagi mereka memenuhi panggilan ini bersamanya. Jihad dilakukan minimal setahun sekali.



Demikian jelas dan tegas konsensus para imam mazhab besar tentang hukum Jihad di jalan Allah. Kesepakatan tersebut bukan sekadar pernyataan tanpa alasan atau dalil dari al-Qur’an, hadits atau atsar dari para Shahabat Rasulullah SAW. Sekian banyak naskah-naskah syar’i yang menegaskan kewajiban berjihad.

Kondisi umat Islam masa kini mengundang sikap “Rekonstruksi Makna Jihad”, karena mereka kini dalam keadaan mengenaskan, mereka dihinakan dan dijajah pemikirannya. Islam dipandang sebagai agama parsial, disingkirkan dari kehidupan dan prinsip ajaran Jihad pun sering jadi bulan-bulanan mereka.

Untuk mengembalikan keadaan umat Islam dari keterpurukan mentalitas beragama dan mulai melakukan sikap ofensif terhadap serangan-serangan musuh-musuh Islam, baik dalam invasi pemikiran, politik, ekonomi, sosial budaya, maupun invasi militer, tidak ada jalan selain dengan berjihad fi sabilillah.

Firman Allah SWT :

( Hai orang-orang beriman, barangsiapa di antara kamu murtad dari agamanya, kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah cintai dan mereka pun mencintaiNya, yang bersikap lemah lembut terhadap sessama saudara seiman dan bersikap keras terhadap orang-orang kafir, berjihad di jalan Allah dan tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela (QS Al-Maidah: 54).













Risalah Jihad 2 .



JIHAD DALAM PERSPEKTIF AL-QUR’AN & HADITS

( Kajian Naskah-naskah Tentang Jihad )

Mari kita kaji dan telaah naskah-naskah tersebut, semoga semakin dalam keyakinan kita terhadap kewajiban berjihad sebagaimana yang disepakati para ulama kita terdahulu.

      &        Ayat-ayat al-Qur’an:

QS. Al-Baqarah: 216, artinya:

Diwajibkan atas kamu berperang, padahal berperang itu adalah sesuatu yang kamu benci. Dan bisa jadi kami membenci sesuatu padahal sesuatu itu baik bagimu. Dan bisa jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal sesuatu itu buruk bagimu. Allah Maha Mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.

Kata “ kutiba “ menjelaskan bahwa jihad adalah berstatus hukum wajib, seperti dalam ayat shaum, sebab (kutiba) berarti (furidha) yaitu: diwajibkan. Secara fitrah manusia, setiap kita membenci peperangan, tetapi jika ada perintah Allah atas kita, apapun yang terjadi dan dalam setiap kondisi kita wajib melaksanakan perintah tersebut. Sebab Allah Maha Mengetahui atas perintahNya dan Maha Adil Bijaksana atas segala keputusanNya.



QS. Ali Imran: 156-157.

“Hai orang-orang beriman, janganlah kamu seperti orang-orang kafir (orang-orng munafik) itu, yang mengatakan kepada saudara-saudara mereka apabila mereka mengadakan perjalanan di muka bumi atau mereka berperang “Kalau mereka tetap bersama kita, tentu mereka tidak mati dan tidak akan dibunuh”. Akibat (dari perkatan dan keyakinan mereka) yang demikian itu, Allah menimbulkan rasa penyesalan yang sangat dalam hati mereka. Allah menghidupkan dan mematikan. Dan Allah melihat apa yang kamu kerjakan. Sungguh kalau kamu gugur di jalan Allah atau meninggal, tentulah ampunan Allah dan rahmatNya lebih baik bagimu dari harta rampasan yang mereka kumpulkan. Dan sungguh jika kami meninggal atau gugur tentulah kepada Allah kamu semua dikumpulkan”.

Pada ayat tersebut di atas dijelaskan, bahwa “pengecut” bukanlah sifat orang beriman, pengecut adalah sifat orang-orang kafir dan munafik. Selain pengecut mereka juga memiliki sifat “opportunis”; jika perjalanan menyenangkan dan menghasilkan (materi) mereka akan ikut bersama umat Islam, jika tidak menyenangkan mereka menolak ikut serta dalam aktifitas perjuangan.

Dalam ayat tersebut juga dijelaskan, bahwa rahmat dan maghfirah Allah SWT diraih oleh mereka yang gugur dalam berjihad. Selain pahala yang besar yang dijanjikan Allah SWT ( baca QS an-Nisa: 74).

QS. At-Taubah: 29.

“Perangilah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan Hari Akhir serta tidak mengharamkan apa yang telah diharamkan Allah dan RasulNya dan tidak beragama dengan agama yang benar, yaitu orang yang telah diberi al-Kitab, sampai mereka mau membayar jizyah dengan patuh sedang mereka dalam keadaan tunduk”.

Secara umum surat at-Taubah bertemakan Jihad Fi Sabilillah, berjuang di jalan Allah SWT, perintah Allah untuk berperang di jalanNya, dalam rangka meninggikan agamaNya di muka bumi. Hanya orang-orang munafik yang enggan dan menolak perjalanan jihad, sedangkan orang-orang kafir menolak hukum dan tidak mengimaninya.

Jihad adalah tugas suci dan jalan hidup para salafus shalih, dilakukan dengan ihsan oleh Rasulullah dan para shahabatnya. Karenanya, Jihad juga menjadi tugas dan jalan hidup setiap orang beriman kepada Allah dan RasulNya ( at-Taubah: 88-89), sebagaimana Jihad adalah jual beli antara mukmin dengan Allah, jual beli yang tidak dapat ditawat-tawar lagi dengan berbagai alasan.

Karena saratnya bahasan Jihad dalam surat at-Taubah, maka ia juga disebut surat al-Bara’ah ( terlepas), sebab Jihad merupakan sikap pembeda antara mukmin dan non mukmin ( kafir dan munafik), artinya setiap mukmin sejati hendaknya terus berjuang di jalan Allah dengan semangat Bara’ah (melepaskan diri) dari syetan dan para tentaranya serta para penyebar kebatilan.

Demikian ajaran Jihad termaktub dalam surat al-Anfal, yang dinamakan seluruhnya dengan ayat-ayat qital ( perang ), karena di dalamnya terdapat penjelasan Jihad secara luas, hukumnya, adab-adabnya, karakter mujahidin, sikap orang-orang munafik dll. Sehingga ayat-ayat ini senantiasa dilantunkan saat para mujahidin berlaga di medan perang melawan orang-orang kafir, untuk membangkitkan semangat juang orang beriman dan menambah kedekatannya dengan Allah SWT di dalam meraih syahid.

      &        Hadits-hadits Nabi Muhammad SAW :

Hadits riwayat Bukhari Muslim dari Abu Hurairah :

Demi Dzat yang diriku ada di tanganNya, kalau bukan karena beberapa orang dari kalangan mukminin, yang jelek mentalnya dan tidak ikut berjihad bersamaku lalu aku tidak mendapati cara untuk mendorongnya, niscaya aku tidak ketinggalan dari satupun peperangan di jalan Allah. Demi Dzat yang diriku ada di tanganNya, saya sungguh ingin terbunuh di jalan Allah kemudian hidup lagi, kemudian terbunuh dan hidup lagi, kemudian terbunuh dan hidup lagi, kemudian terbunuh”.

Nikmatnya iman tidak dapat dirasakan selain oleh yang memiliki kedalaman iman, keimanan yang tumbuh dari rasa cinta dan ridha yang dalam; sehingga keletihan terasa hiburan, kesusahan dirasa kelezatan. Peperangan yang membutuhkan energi dan tenaga ternyata dirasakan oleh para mujahidin sebagai sebuah kenikmatan. Digambarkan oleh Rasulullah SAW keinginan mereka untuk hidup mati yang berulang kali dan akhirnya meraih mati syahid.

Hadits Riwayat Bukhari Muslim, Abu Daud dan Tirmizi dari Zaid bin Khalid:

Barang siapa menyiapkan kendaraan perang di jalan Allah berarti ia telah ikut berperang, dan barang siapa meninggalkan perang tetapi menggantikannya dengan kebaikan berarti ia pun telah ikut berperang”.

Ternyata banyak jalan menuju syurga, banyak bentuk-bentuk jihad. Menyiapkan sarana dan prasarana perang juga termasuk jihad ( jihad mali ), melakukan kebaikan karena tidak / belum bisa berjihad itupun merupakan bentuk jihad. Bukan berarti semua amalan tersebut sama dalam pandangan Allah SWT. Tentunya berjihad dalam arti perang di jalan Allah untuk meninggikan agama Allah adalah amalan tertinggi, namun kita juga tidak boleh menafikan bentuk-bentuk jihad lain seperti, jihad siyasi (politik), jihad iqtishodi (ekonomi), jihad lisan, jihad qolam (menulis), jihad taklimi dsb, khususnya pada era globalisasi dan teknologi, dimana perang syaraf dan perang pemikiran, perang budaya dan peradaban, merupakan bentuk-bentuk peperangan yang dilancarkan oleh musuh-musuh Islam. Seyogyanya umat Islam perhatian kepada bentuk-bentuk jihad tersebut.

Hadits Riwayat Abu Daud, Nasai dan Tirmizi dari Sahl bin Hunaif r.a :

“Barangsiapa meminta kepada Allah syahadah (mati syahid) dengan hati yang tulus, maka Allah akan menyampaikannya di kedudukan para syuhada, meskipun ia mati di tempat tidurnya”.

Senada dengan hadits tersebut, Imam Muslim meriwayatkan dari shahabat Anas r.a. : “Barangsiapa memohon syahadah dengan jujur, maka akan dianugrahkan (syahadah itu), walaupun ia tidak memperolehnya (tidak mati di medan perang).

Seorang Da’I Mujahid mengajarkan do’a kepada kita “Wa amitha ‘alasy-syahadati Fi Sabilik” ( ya Allah matikanlah jiwa ini dengan meraih syahadah di jalanMu ). Sebuah amalan dalam dakwah bagi setiap da’I yang dijadikan prinsip perjuangannya; sehingga yang ada dalam benak dan hatinya hanya “syahadah” dalam setiap aktifitas dakwahnya.

      &        Atsar.

Abu Abdullah Ahmad bin Hanbal berkata: Saya tidak mengetahui suatu amal yang lebih utama –setelah ibadah-ibadah wajib- kecuali jihad, dan perang di laut lebih utama dari pada perang di darat”.

Anas bin Malik r.a: Suatu saat Rasululah SAW tertidur lalu bangun dan tertawa. Berkata Ummu Haram: apa yang membuat engkau tertawa wahai Rasulullah ? Rasulullah menjawab: Sekelompok umatku memperlihatkan kepadaku tatkala jihad di jalan Allah. Mereka menaiki kapal laut sebagaimana raja-raja di atas singgasananya” ( Bukhari Muslim )

Dipenghujung hadits ini Ummu Haram meminta kepada Nabi agar mendoakan kepada Allah supaya dirinya termasuk dalam rombongan itu. Rasululah pun mendoakannya. Pada saat pembebasan kota Cyprus, Ummu Haram ikut di armada laut kaum muslimin. Beliau meninggal dan dimakamkan di sana. Di sana kini ada sebuah mesjid dan makam yang dinisbatkan kepada Ummu Haram radhiyAllahu ‘anha.









Risalah Jihad 3.

MOTIVASI JIHAD & ADAB BERJIHAD

MENGAPA DAN BAGAIMANA MUSLIM BERJIHAD ?

Sebuah pertanyaan yang mengandung jawaban tuntas terhadap berbagai syubuhat tentang jihad dalam Islam.



Demikian luhurnya ajaran jihad dalam Islam, tetapi sebagian orang ada yang menganggap jihad sebuah perbuatan kejam tidak berprikemanusiaan. Ada juga orang yang melontarkan syubuhat, bahwa Islam tersebar dengan “Pedang”. Sayangnya, syubuhat seperti itu kita dengar dan dapati dari sebagian umat Islam sendiri.

Lontaran syubuhat tersebut karena ketidaktahuan mereka kepada esensi jihad dan motivasi jihad yang dilakukan orang mukminin. Imam Hasan al-Bana menegaskan dalam Risalah Jihad nya, bahwa jihad yang diwajibkan Allah bukanlah alat pemusnah orang kafir atau sarana bagi kepentingan pribadi, tetapi jihad disyariatkan sebagai perlindungan bagi dakwah Islam dan jaminan bagi perdamaian, selain sebagai media untuk menunaikan misi risalah) agung yang dipikulkan di pundak kaum muslimin, yakni misi hidayah bagi umat manusia untuk menegakkan kebenaran dan keadilan Islam. Islam selain mengajarkan perang, juga menyerukan perdamaian, firman Allah SWT: ( Dan jika mereka condong kepada perdamaian, berdamailah dan tawakkal kepada Allah -QS. Al-Anfal- Setiap muslim yang berangkat ke medan perang, yang ada dalam pikiran dan hatinya adalah ia berjuang agar Kalimat Allah ( al-Islam ) menjadi tinggi.

Setiap muslim yang berperang karena harta, kedudukan, pangkat, ketenaran namanya atau karena ingin disebut pahlawan dsb, maka perjuangan tersebut tidak dikatakan “fi sabilillah”.

Rasulullah SAW ditanya tentang orang yang berperang karena ingin disebut pemberani, orang yang berperang dalam rangka membela fanatisme dan orang yang berperang karena riya, manakah diantara mereka itu yang di sabilillah ? Rasulullah menjawab: Barangsiapa berperang agar kalimat Allah itu tinggi, maka dia fi sabilillah ( HR. Imam yang lima ).

Ketulusan niat dan kebersihan hati merupakan modal utama diterimanya setiap amalan, sekecil apapun karya seseorang, jika bermotivasi luhur, apapun bentuk aktifitas seseorang jika dilakukan ikhlas dan dalam ruang lingkup I’la’I Kalimatillah (meninggikan kalimat Allah), niscaya disebut aktifitas jihad fi sabilillah.

Karenanya, tidak benar, jika ada yang berkata, bahwa ajaran Jihad berarti membenarkan terorisme, tindakan anarkis dan bentuk-bentuk merusak lainnya. Hanya orang-orang yang bodoh terhadap ajaran jihad dalam Islam yang mengatakan atau berfikir demikian, atau hanya mereka yang tidak suka dan benci kepada Islam dan umatnya yang melontarkan pemikiran seperti itu.

Disamping keluhuran ajaran jihad itu sendiri, karena perintah jihad dari Yang Maha Adil dan Rahman Rahim kepada manusia dan seluruh alam semesta, jihad juga merupakan ajaran yang sarat dengan adab (tatacara) dan maksud serta tujuan yang bersih. Allah yang menciptakan manusia, Dia lah yang menciptakan Islam, Dia pula yang mensyariatkan jihad fi sabilillah.

Karenanya, jihad disyariatkan dalam rangka merealisasi makna dan nilai izzah ( harga diri ) bagi umat Islam dan bersumber pada izzah yang hanya dimiliki Allah SWT., sehingga mewujud kehidupan yang sejahtera di bawah naungan agamaNya.

Ada sebagian orang ingin mengalihkan perhatian orang untuk menjauhkan diri dari berjihad dalam arti berperang di jalan Allah, atau barang kali dalam rangka menyelamatkan diri dari cemoohan orang karena takut dikatakan “beringas”, “kejam” dsb, mereka melakukan hal seperti itu dengan mengangkat sebuah riwayat yang dianggap “hadits”, yakni “Kita pulang dari Jihad kecil menuju Jihad besar”, para shahabat bertanya: Apakah jihad besar itu ? Rasulullah menjawab: Jihad terhadap hati atau jihad melawan hawa nafsu”.

Riwayat tersebut bukanlah hadits, ia hanya sebuah ucapan seorang bernama Ibrahim bin Ablah sebagaimana dijelaskan dalam kitab Tasdidul Qaus oleh Ibnu Hajar.

Al-Iraqi menjelaskan, bahwa perkataan tersebut diriwayatkan oleh Baihaqi dengan sanad yang dhaif dari Jabir, dan diriwayatkan oleh Khatib dalam tarikhnya dari Jabir. Kalaupun riwayat itu shahih, maka tidak dibenarkan sama sekali dijadikan landasan memalingkan orang untuk berjihad, sebab riwayat tersebut dapat diartikan “kewajiban bagi setiap mukmin untuk memerangi hawa nafsunya dalam rangka membersihkan amalnya dari noda-noda syirik dan riya”.

Mis-interpretasi terhadap “atsar” tersebut dimanfaatkan musuh-musuh Islam untuk “memarginalkan” umat Islam dari kancah kehidupan global, yang sangat merugikan umat.



ADAB-ADAB BERJIHAD

Tidak dikenal dalam kamus Islam istilah “al-ghoyah tubarrir al-wasilah” (tujuan menghalalkan segala cara), istilah tersebut dijadikan prinsip oleh khususnya orang-orang komunis dalam menyebarkan idiologi mereka. Yang ada pada kamus Islam adalah “al-Ghoyah La Tubarriru al-Wasilah” (Tujuan tidak menghalalkan cara ), artinya tujuan yang baik dan benar harus dicapai dengan cara yang benar dan baik pula.

Jihad yang mulia dan agung, dilakukan dengan cara yang baik dan benar atau dibenarkan oleh syara’. Karenanya terdapat banyak adab berjihad dalam Islam , antara lain :

      v        Tidak melampaui batas ( Dan janganlah kamu melampaui batas. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas –QS al-Maidah:87), artinya tidak diperkenankan dalam jihad melakukan penganiayaan, melukai kehormatan musuh, menyiksa tubuh musuh dsb.Rasulullah SAW bersabda: Jika salah seorang dari kalian berperang jauhilah wajah (HR Bukhari Muslim).

      v        Bersikap dan berlaku adil, meskipun kepada musuh ( Dan janganlah sekali-kali kebencianmu kepada suatu kaum mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah karena adil itu lebih dekat kepada takwa. QS. Al-Maidah: 8 ). Maksudnya, seorang mukmin di dalam berjihad hendaknya tidak melakukan perbuatan-perbuatan aniaya, seperti merampok, menjarah, membunuh wanita dan anak-anak, merusak pepohonan, meracuni sungai atau danau. Rasulullah SAW melarang umatnya merampas dan menyiksa (HR Bukhari).

      v        Bersikap santun dan moralis. Dari Buraidah r.a berkata, Rasulullah SAW jika memerintahkan panglima pasukan perang, ia berwasiat kepadanya secara khusus tentang takwa kepada Allah, dan kepada orang-orang yang bersamanya tentang kebaikan, kemudian bersabda: Berperanglah dengan nama Allah di jalan Allah, perangilah orang kafir kepada Allah, perangilah jangan melampaui batas, jangan berkhianat, jangan menyiksa, dan jangan membunuh anak-anak” (HR Muslim).

      v        Motivasi Menyebarkan Kebaikan Bagi Umat Manusia. Setiap muslim yang berjihad hendaknya menanamkan motivasi kebaikan dan keselamatan hidup bagi sekalian manusia. Rasulullah SAW bersabda: “Semua manusia di atas muka bumi ini ( baik di kampung atau di kota ) lebih aku cintai saat mereka datang kepadaku dalam keadaan Islam, dari pada kalian mendatangkan wanita dan anak-anak sebagai tawanan, sedangkan kaum lelaki mereka terbunuh ( dalam peperangan ).

Adab berjihad juga kita dapati dari pesan-pesan monumental Imam al-Bana dalam Muktamar V Ikhwan Muslimun tentang penggunaan kekuatan (kekerasan) : “Kekuatan (kekerasan) bukan terapi pertama, tetapi terapi terakhir. Selain itu, setiap mukmin hendaknya menimbang maslahat dan madharat penggunaan kekerasan sesuai situasi dan kondisi  Jama’ah tidak bersikap keras kecuali terpaksa, digunakan kekerasan karena tidak ada jalan lain, mengacu pada bekal  keimanan dan nilai kesatuan. Dengan berhati-hati dalam menggunakan kekuatan (kekerasan) jama’ah justru menjadi mulia, memberikan peringatan terlebih dahulu dan menanti hasil peringatan itu. Kemudian bersabar menunggu hasil dengan berbaik sangka dan yakin akan pertolongan Allah SWT”.

Demikian luhur dan mulia adab jihad dalam Islam, karena memang Islam disebarkan dalam rangka wujudnya kasih sayang untuk  alam semesta (rahmatan lil ‘alamin), untuk kesejahteraan umat manusia dalam kehidupan di dunia dan di akhirat. WAllahu a’lam

Sabtu, 12 Februari 2011

PRIORITAS TERHADAP AMAL PERBUATAN YANG LEBIH LAMA MANFAATNYA DAN LEBIH LANGGENG KESANNYA

KALAU manfaat suatu pekerjaan lebih  luas  jangkauannya,  maka hal  itu  lebih  dikehendaki dan diutamakan oleh Allah SWT dan Rasul-Nya. Begitu pula halnya dengan pekerjaan yang lebih lama dan  kekal  pengaruhnya. Setiap kali suatu perbuatan itu lebih lama manfaatnya maka  pekerjaan  itu  lebih  utama  dan  lebih dicintai oleh Allah SWT.

Oleh   karena   itu,   shadaqah  yang  lama  manfaatnya  lebih diutamakan.

Misalnya  memberikan  domba   yang   mengandung,   unta   yang mengandung,   dan  lain-lain,  di  mana  orang  yang  menerima shadaqah itu dan juga keluarganya dapat  memanfaatkan  susunya selama bertahun-tahun.

Dalam  peribahasa Cina kita kenal: "Memberi jala untuk mencari ikan kepada orang miskin adalah lebih baik daripada memberikan ikan kepadanya."

Disebutkan dalam sebuah hadits,

"Shadaqah, yang paling utama ialah memberikan tenda, atau memberikan seorang pembantu, atau seekor unta untuk perjuangan di jalan Allah SWT." 22
  
"Empat puluh sifat, yang paling tinggi tingkatannya ialah memberikan kambing. Tidak ada seorang hambapun yang melalaikannya, untuk mengharapkan pahala yang dijanjikan kepadanya kecuali dia akan dimasukkan oleh Allah SWT ke dalam surga."23

Di situlah letak kelebihan shadaqah jariyah,  yang  manfaatnya terus dirasakan walaupun orang yang memberikannya sudah tiada. Seperti harta wakaf, yang telah  dikenal  oleh  kaum  Muslimin sejak  zaman  Nabi  saw;  di  mana  ketika itu peradaban Islam memiliki  keunggulan  karena  kekayaannya  yang  melimpah  dansangat   banyak,   sehingga  Islam  menguasai  seluruh  bidang kebajikan   dalam   kehidupan   manusia,    yang    memberikan perkhidmatan  kepada  seluruh  umat  manusia,  bahkan terhadap binatang.

Dalam sebuah hadits shahih disebutkan:

"Apabila seorang manusia meninggal dunia maka terputuslah amal perbuatannya kecuali tiga hal, shadaqah jariyah, ilmu yang dimanfaatkan, anak shaleh yang berdo'a kepadanya." 24

Ada hadits lain yang menjelaskan contoh shadaqah  jariyah  ini sebanyak tujuh macam. Yaitu dalam sabda Nabi saw,

"Sesunggguhnya amalan dan perbuatan baik yang akan menyusul seorang mu'min setelah dia meninggal dunia kelak ialah ilmu yang dia ajarkan dan sebarkan, anak shaleh yang dia tinggalkan, mushaf al-Qur'an yang dia wariskan, masjid yang dia bangun, rumah tempat singgah musafir yang dia bangun, sungai yang dia alirkan, dan shadaqah yang dia keluarkan ketika dia sehat dan masih hidup. Semua ini akan menyusul dirinya ketika dia meninggal dunia kelak."25

Misalnya umur manusia pendek dan terbatas, maka dengan karunia Allah yang diberikan kepadanya, ia dapat memperpanjang umurnya dengan melakukan amalan yang mengalir pahalanya (jariyah). Dia terus  dianggap  hidup walaupun dia telah meninggal dunia, dia tetap  ada  dengan  amal  shaleh  yang  pernah   dilakukannya, walaupun  jasadnya  telah  tiada.  Maka benarlah Syauqi ketika mengatakan syairnya berikut ini:

"Degup jantung seseorang berkata kepadanya. Sesungguhnya hidup ini hanya beberapa menit dan beberapa detik. Buatlah suatu kenangan yang namamu akan terus diingat setelah kematianmu. Karena kenangan bagi manusia adalah umur yang kedua."

Catatan kaki:
  
22 Diriwayatkan oleh Ahmad dan Tirmidzi dari Abu Umamah; dan  juga diriwayatkan oleh Tirmidzi dari 'Adiy bin Hatim, dan  dihasankan olehnya dalam Shahih al-Jami' as-Shaghir (1109) ^
23 Diriwayatkan oleh Bukhari, dan Abu Dawud dari Abdullah bin 'Amr, 791 ^
24 Diriwayatkan oleh Muslim dan Bukhari dalam al-Adab al-Mufrad; dan diriwayatkan oleh Abu Dawud, Tirmidzi, dan Nasai dari Abu Hurairah r.a., ibid., 793 ^
25 al-Hafizh al-Mundiri berkata, "Hadits ini diriwayatkan oleh Ibn Majah dan Baihaqi dengan isnad hasan; dan juga diriwayatkan oleh Ibn Khuzaimah di dalam Shahih-nya seperti itu. (Lihat buku kami, al-Muntaqa min at-Targhib wat-Tarhib, hadits no. 75)
^

Rabu, 09 Februari 2011

PRIORITAS AMALAN YANG LUAS MANFAATNYA ATAS PERBUATAN YANG KURANG BERMANFAAT

DI ANTARA prioritas yang sebaiknya diterapkan dalam  pekerjaan manusia   ialah   prioritas  terhadap  perbuatan  yang  banyak mendatangkan manfaat kepada orang lain. Sebesar  manfaat  yang dirasakan  oleh  orang  lain,  sebesar  itu pula keutamaan dan pahalanya di sisi Allah SWT. Oleh sebab itu,  jenis  perbuatan jihad  adalah lebih afdal daripada ibadah haji, karena manfaat ibadah haji hanya dirasakan pelakunya, sedangkan manfaat jihad dirasakan  oleh  umat.  Sehubungan  dengan  hal ini, Allah SWT berfirman:

"Apakah (orang-orang) yang memberi minuman kepada orang-orang yang mengerjakan haji dan mengurus masjid al-Haram, kamu samakan dengan orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian serta berjihad di jalan Allah? Mereka tidak sama di sisi Allah, dan Allah tidak memberikan petunjuk; kepada kaum yang zalim. Orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad di jalan Allah dengan harta benda dan diri mereka, adalah lebih tinggi derajatnya di sisi Allah; dan itulah orang-orang yang mendapat kemenangan." (at-Taubah: 19-20)

Berjuang di jalan Allah yang manfaatnya lebih  dirasakan  oleh umat  adalah  lebih  afdal  di  sisi  Allah  dan  lebih  besar pahalanya daripada  ibadah  yang  kita  lakukan  berkali-kali, tetapi kemanfaatannya hanya untuk kita sendiri.

"Abu Hurairah r.a. berkata, 'Ada salah seorang sahabat Rasulullah saw yang berjalan di suatu tempat yang memilih sumber mata air kecil, yang airnya tawar, dan dia merasa kagum kepadanya kemudian berkata, 'Amboi, seandainya aku dapat mengucilkan diri dari manusia kemudian tinggal di tempat ini! (Yakni untuk beribadah). Namun, aku tidak akan melakukannya sebelum aku meminta izin terlebih dahulu kepada Rasulullah saw.' Maka Nabi saw bersabda, 'Jangan lakukan, karena sesungguhnya keterlibatanmu dalam perjuangan di jalan Allah adalah lebih utama daripada shalat selama tujuh puluh tahun. Tidakkah kamu senang apabila Allah SWT mengampuni dosamu, dan memasukkan kamu ke surga. Berjuanglah di jalan Allah. Barangsiapa yang menyingsinglan lengan baju untuk berjuang di jalan Allah, maka wajib baginya surga."" 9

Atas dasar itulah, dalam  beberapa  hadits,  ilmu  pengetahuan dianggap  lebih  utama  daripada ibadah, karena manfaat ibadah hanya  kembali  kepada  pelakunya   sedangkan   manfaat   ilmu pengetahuan  adalah  untuk  manusia yang lebih luas. Di antara hadits itu adalah:

"Keutamaan ilmu pengelahuan itu ialah lebih aku cintai daripada keutamaan ibadah, dan agamamu yang paling baik adalah sifat wara'."10
  
"Kelebihan orang yang berilmu atas orang yang beribadah ialah bagaikan kelebihan bulan purnama atas seluruh bintang gemintang." 11
  
"Kelebihan orang yang berilmu alas orang yang beribadah ialah bagaikan kelebihan diriku atas orang yang paling rendah di antara kamu." 12

Kelebihan ilmu pengetahuan itu  akan  bertambah  lagi  apabila orang  yang  berilmu itu mau mengajarkannya kepada orang lain. Sebagai pelengkap hadits tersebut, ada baiknya  kami  sebutkan juga hadits berikut ini:

"Sesungguhnya Allah SWT dan para malaikat-Nya, serta penghuni langit dan bumi, hingga semut yang ada pada lubangnya, dan ikan hiu yang ada di lautan akan membacakan shalawat atas orang yang mengajarkan kebaikan kepada manusia." 13

Dalam Shahih disebutkan,

"Orang yang paling baik di antara kamu ialah orang yang belajar al-Qur'an dan mau mengajarkannya." 14

Atas dasar itu, para fuqaha mengambil keputusan: "Sesungguhnya orang  yang  hanya menyibukkan diri untuk beribadah saja tidak dibenarkan  mengambil  zakat,  berbeda   dengan   orang   yang menyibukkan  diri  untuk  mempelajari ilmu pengetahuan. Karena sesungguhnya tidak ada konsep kerahiban di  dalam  Islam,  dan orang  yang  menyibukkan  dirinya  dalam  ibadah  hanya  untuk kepentingan dirinya sendiri. Sedangkan orang yang  menyibukkan diri  dalam mencari ilmu pengetahuan adalah untuk kemaslahatan umat."

Sementara  orang   yang   ilmu   pengetahuan   dan   da'wahnya dimanfaatkan,  ia  akan mendapatkan pahala dan balasan di sisi Allah SWT atas kemanfaatan ilmunya tersebut.

Rasulullah saw bersabda,

"Barangsiapa mengajar orang lain kepada suatu petunjuk, maka dia akan mendapatkan pahala seperti pahala orang yang melaksanakan petunjuk itu, tanpa mengurangi pahala mereka sama sekali."

Begitu pula pekerjaan yang paling utama adalah pekerjaan  yang paling bermanfaat untuk orang lain.

Dalam sebuah hadits disebutkan,

"Orang yang paling dicintai oleh Allah SWT adalah orang yang paling berguna di antara mereka. Dan perbuatan yang paling dicintai oleh Allah ialah kegembiraan yang dimasukkan ke dalam diri orang Muslim, atau menyingkirkan kegelisahan dari diri mereka, atau membayarkan hutangnya, atau menghilangkan rasa laparnya. Dan sungguh akuberjalan bersama saudaraku sesama muslim untuk suatu keperluan (da'wah), adalah lebih aku cintai daripada beriktikaf di masjid selama satu bulan."

Begitulah  pekerjaan  yang  berkaitan  dengan  perbaikan   dan kepentingan  masyarakat  adalah lebih utama daripada pekerjaan yang dimanfaatkan oleh diri sendiri. Dalam hal ini  Rasulullah saw bersabda,

"Tidakkah pernah kuberitahukan kepada kamu sesuatu yang derajatnya lebih tinggi daripada shalat, puasa dan shadaqah? Yakni, memperbaiki silaturahmi dengan sanak kerabat kita. Karena rusaknya sanak kerabat kita adalah sama dengan pencukur." 17

Diriwayatkan, "Aku tidak mengatakan, mencukur  rambut,  tetapi mencukur agama. "

Atas  dasar  itulah,  pekerjaan  yang  dilakukan  oleh seorang pemimpin yang adil lebih  utama  daripada  ibadah  orang  lain selama  sepuluh  tahun;  karena  dalam  satu  hari  kadangkala pemimpin   itu   mengeluarkan    berbagai    keputusan    yang menyelamatkan  beribu-ribu bahkan berjuta orang yang dizalimi, mengembalikan hak yang hilang kepada pemiliknya, mengembalikan senyuman  ke  bibir  orang  yang tidak mampu tersenyum. Selain itu, dia juga mengeluarkan keputusan yang dapat memotong jalan orang-orang  yang  berbuat  jahat,  dan  mengembalikan  mereka kepada asalnya, atau membuka pintu petunjuk dan tobat.

Selain itu, pemimpin yang adil juga memberi  kesempatan  untuk membukakan  berbagai  pintu  bagi  orang-orang yang menjauhkan diri dari Allah,  memberi  petunjuk  kepada  orang-orang  yang tersesat  dari  jalannya,  dan  membantu orang yang menyimpang dari jalan yang benar.

Pemimpin yang adil juga kadang-kadang mendirikan proyek-proyek pembangunan   dan   berguna   sehingga   tindakan   ini  dapat menciptakan lapangan kerja bagi para penganggur,  mendatangkan roti  bagi orang yang lapar, obat bagi orang yang sakit, rumah bagi orang gelandangan, dan pertolongan bagi orang yang sangat memerlukannya.

Itulah  antara  lain yang membuat para ulama salaf mengatakan, "Kalau kami mempunyai do'a yang  lekas  dikabulkan  maka  kami akan  mendo'akan  penguasa.  Karena  sesungguhnya  Allah dapat melakukan perbaikan terhadap banyak makhluknya dengan kebaikan penguasa tersebut."

Thabrani meriwayatkan sebuah hadits dari Ibn 'Abbas bahwasanya saw bersabda,

"Satu hari dari imam yang adil adalah lebih afdal daripada ibadah enam puluh tahun." 18

Akan  tetapi  al-Haitsami  menentangnya,19   walaupun   hadits tersebut didukung oleh hadits Tirmidzi dari Abu Said,

"Sesungguhnya manusia yang paling dicintai oleh Allah pada hari kiamat dan paling dekat kedudukannya di sisi Allah ialah pemimpin yang adil." Tirmidzi mengatakan bahwa hadits ini hasan gharib.20

Hadits di atas juga dikuatkan oleh riwayat Abu  Hurairah  r.a. dari  Ahmad,  dan Ibn Majah yang dianggap sebagai hadits hasan oleh Tirmidzi, dan dishahih-kan oleh  Ibn  Khuzaimah  dan  Ibn Hibban,

"Juga kelompok yang do'a mereka tidak ditolak ialah: orang yang berpuasa sehingga dia berbuka, pemimpin yang adil, dan do'a orang yang teraniaya." 21

Dan haditsnya dalam as-Shahihain,

"Tujuh kelompok yang akan mendapatkan naungan dari Allah SWT pada hari yang tidak ada naungan kecuali naungan-Nya: pemimpin yang adil..."

Catatan kaki:
 
9 Diriwayatkan oleh Tirmidzi dan dianggap sebagai hadits hasan olehnya (1650), beserta Hakim yang menganggapnya sebagai hadits shahih berdasarkan syarat Muslim, dan juga disepakati oleh adz-Dzahabi, 2:68 ^
10 Diriwayatkan oleh al-Bazzar, Thabrani di dalam al-Awsath, dan al-Hakim dari Hudzaifah, dan dari Sa'ad, yang di-shahih-kan olehnya dengan syarat yang ditetapkan oleh Bukhari dan Muslim; serta disepakati oleh adz-Dzahabi, 1:92. Serta disebutkan di dalam Shahih al-Jami' as-Shaghir (4214). ^
11 Diriwayatkan oleh Abu Nu'aim dalam al-Hilyah dari Mu'adz (Shahih al-Jami' as-shaghir, (4212); yang juga merupakan sebagian dari hadits Abu Darda, mengenai keutamaan ilmu pengetahuan, yang diriwayatkan oleh Ahmad dan para penyusun kitab Sunan, serta Ibn Hibban dari sumber yang sama (6297).^
12 Merupakan bagian dari hadits yang diriwayatkan oleh Tirmidzi dari Abu Umamah, Turmudzi berkata "Ini adalah hadits hasan shahih gharib" (2686) yang juga terdapat dalam Shahih al-Jami' as-shaghir (4213)^
13 Merupakan bagian dari hadits Abu Umamah di atas.^
14 Diriwayatkan oleh Bukhari dari 'Utsman.^
15 Diriwayatkan oleh Muslim dari Abu Hurairah^
16 Diriwayatkan oleh Ibn Abu al-Dunya dalam Qadha' al-Hawa'ij, dan juga diriwayatkan oleh Thabrani dari Ibn Umar, dan dianggap sebagai hadits hasan olehnya. (Shahih al-Jami' as-Shagir, 176)^
17 Diriwayatkan oleh Ahmad Abu Dawud Tirmidzi, dan Ibn Hibban. ibid., (2595)^
18 al-Mundziri mengatakan dalam at-Targhib, diriwayatkan oleh Thabrani dalam al-Kabir dan at-Awsath, dan isnad al-Kabir dianggap hasan.^
19 Lihat Majma' az-Zawa'id, 5:197; 6:263.^
20 Diriwayatkan dalam al-Ahkam (1329).^
21 Dianggap sebagai hadits hasan oleh al-Hafizh Ibn Hajar, dishahihkan oleh Syaikh Syakir dalam Takhrij Sanad dengan no. 8030, yang diperkuat oleh tiga hadits lainnya, dengan ketiga sanad-nya yang berbeda. Lihat buku kami, al-Muntaqa min at-Targhib wat-Tarhib, hadits no. 513, cet. Dar al-Wafa'.
^

Selasa, 08 Februari 2011

PRIORITAS AMAL YANG KONTINYU ATAS AMAL YANG TERPUTUS-PUTUS

Al-Qur'an menjelaskan, sebagaimana yang dijelaskan oleh sunnah Nabi  saw,  bahwa sesungguhnya perbuatan manusia di sisi Allah itu memiliki berbagai tingkatan.  Ada  perbuatan  yang  paling mulia  dan  paling  dicintai oleh Allah SWT daripada perbuatan yang lainnya. Allah SWT berfirman:

"Apakah (orang-orang) yang memberi minuman kepada orang-orang yang mengerjakan haji dan mengurus masjid al-Haram, kamu samakan dengan orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian serta berjihad di jalan Allah? Mereka tidak sama di sisi Allah, dan Allah tidak memberikan petunjuk kepada kaum yang zalim. Orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad di jalan Allah dengan harta benda dan diri mereka, adalah lebih tinggi derajadnya di sisi Allah; dan itulah orang-orang yang mendapat kemenangan." (at-Taubah: 19-20)

Dalam sebuah hadits shahih disebutkan, "Sesungguhnya iman  itu ada  enam  puluh  lebih cabang --atau tujuh puluh lebih-- yang paling tinggi di antaranya ialah la ilaha illa Allah, dan yang paling  rendah  ialah  menyingkirkan  penghalang  yang  ada di jalan."  Hal  ini   menunjukkan   bahwa   jenjang   iman   itu bermacam-macam nilai dan tingkatannya.

Penjenjangan   ini   tidak  dilakukan  secara  ngawur,  tetapi didasarkan atas nilai-nilai  dan  dasar-dasar  yang  dipatuhi. Inilah yang hendak kita bahas.

Di  antara  ukurannya  ialah  bahwa  jenis pekerjaan ini harus pekerjaan yang paling langgeng (kontinyu); di  mana  pelakunya terus-menerus  melakukannya  dengan  penuh  disiplin. Sehingga perbuatan seperti  ini  sama  sekali  berbeda  tingkat  dengan perbuatan  yang  dilakukan  sekali-sekali  dalam  suatu  waktu tertentu.

Sehubungan  dengan  hal  ini  dikatakan  dalam  sebuah  haditsshahih:

"Amalan yang paling dicintai Allah adalah amalan yang paling langgeng walaupun sedikit."2

Bukhari dan  Muslim  meriwayatkan  dan  Masruq  berkata,  "Aku bertanya   kepada  Aisyah  r.a.,  Amalan  apakah  yang  paling dicintai  oleh  Nabi  saw?,  Aisyah  menjawab:  "Amalan   yang langgeng."3

Diriwayatkan  dari  'Aisyah  r.a.  bahwa sesungguhnya Nabi saw masuk ke rumahnya, pada saat itu 'Aisyah sedang bersama dengan seorang  perempuan.  Nabi saw bertanya, "Siapakah wanita ini?" Aisyah  menjawab,  "Fulanah  yang   sangat   terkenal   dengan shalatnya  (yakni  sesungguhnya  dia  banyak  sekali melakukan shalat)." Nabi saw bersabda, "Aduh, lakukanlah apa  yang  kamu mampu melakukannya. Demi Allah, Allah SWT tidak bosan sehingga kamu sendiri yang bosan."

'Aisyah berkata, "Amalan agama yang paling dicintai olehnya ialah yang senantiasa dilakukan oleh pelakunya." 4

Perkataan "aduh" dalam hadits tersebut  menunjukkan  keberatan beliau atas beban berat dalam beribadah, dan membebani diri di luar batas kemampuannya. Yang  beliau  inginkan  ialah  amalan yang  sedikit tapi terus-menerus dilakukan. Melakukan ketaatan secara terus-menerus sehingga  banyak  berkah  yang  diperoleh akan berbeda dengan amalan yang banyak tetapi memberatkan. Dan boleh jadi, amalan yang  sedikit  tapi  langgeng  akan  tumbuh sehingga  mengalahkan  amalan yang banyak yang dilakukan dalam satu waktu. Sehingga  terdapat  satu  peribahasa  yang  sangat terkenal  di  kalangan  masyarakat, "Sesungguhnya sesuatu yang sedikit tapi terus  berlangsung  adalah  lebih  baik  daripada amalan yang banyak tetapi terputus."

Itulah  yang  membuat Nabi saw memperingatkan orang-orang yang terlalu berlebihan dalam menjalankan agamanya dan sangat kaku; karena  sesungguhnya  Nabi  saw  khawatir bahwa orang itu akan bosan  dan  kekuatannya  menjadi  lemah,  sebab  pada  umumnya begitulah  kelemahan yang terdapat pada diri manusia. Dia akan putus di tengah jalan. Ia menjadi orang yang tidak  jalan  dan juga tidak berhenti.

Oleh karena itu, Rasulullah saw bersabda,

"Hendaklah kamu melakukan amalan yang mampu kamu lakukan, karena sesungguhnya Allah SWT tidak bosan sehingga kamu menjadi bosan sendiri."5

Beliau saw juga bersabda,

"Ikutilah petunjuk yang sederhana (tengah-tengah) karena orang yang kaku dan keras menjalankan agama ini akan dikalahkan olehnya."6

Sebab wurud hadits ini adalah seperti  apa  yang  diriwayatkan oleh  Buraidah yang berkata, "Pada suatu hari aku keluar untuk suatu keperluan, dan kebetulan  pada  saat  itu  aku  berjalan bersama-sama  dengan  Nabi  saw . Dia menggandeng tangan saya, kemudian kami bersama-sama pergi. Kemudian di depan  kami  ada seorang  lelaki  yang  memperpanjang  ruku' dan sujudnya. Maka Nabi  saw  bersabda,  Apakah  kamu  melihat  bahwa  orang  itu melakukan riya'?, Abu berkata, 'Allah dan Rasul-Nya yang lebih tahu.' Kemudian beliau melepaskan  tanganku,  dan  membetulkan kedua  tangan  orang  itu  dan  mengangkatnya sambil bersabda, 'Ikutilah petunjuk yang pertengahan...'7

Diriwayatkan  dari  Sahl  bin  Hunaif  bahwa  Rasulullah   saw bersabda,

"Janganlah kamu memperketat diri sendiri, karena orang-orang sebelum kamu binasa karena mereka memperketat dan memberatkan diri mereka sendiri. Dan kamu masih dapat menemukan sisa-sisa mereka dalam biara-biara mereka." 8

Catatan kaki:
1 Hadits ini diriwayatkan oleh al-Jama'ah dari Abu Hurairah; al-Bukhari meriwayatkannya dengan lafal "enam puluh macam lebih"; Muslim meriwayatkannya dengan lafal "tujuh puluh macam lebih" dan juga dengan lafal "enam puluh macam lebih"; Tirmidzi meriwayatkannya dengan "tujuh puluh macam lebih" dan begitu pula dengan an-Nasa'i. semuanya terdapat dalam kitab al-Iman; sedangkan Abu Dawud meriwayatkannya dalam as-Sunnah; dan Ibn Majah dalam al-Muqaddimah.  ^
2 Muttafaq 'Alaih, dari 'Aisyah (Shahih al-Jami' as-Shaghir, 163) ^
3 Muttafaq 'Alaih, ibid., dalam al-Lu'lu' wa al-Marjan (429) ^
4 Muttafaq 'Alaih, ibid., (449) ^
5 Muttafaq 'Alaih, yang juga diriwayatkan dari 'Aisyah: Shahih al-Jami' as-Shaghir (4085). ^
6 Diriwayatkan oleh Ahmad, Hakim, dan Baihaqi dari Buraidah, ibid., (4086). ^
7 Disebutkan oleh al-Haitsami dalam al-Majma', 1: 62 kemudian dia berkata, "Diriwayatkan oleh Ahmad dan orang-orang yang tsiqah." ^
8 al-Haitsami berkata, "Diriwayatkan oleh Thabrani dalam al-Awsath dan al-Kabir, di dalamnya ada Abdullah bin Shalih, juru tulis al-Laits, yang dianggap tsiqat oleh Jama'ah dan dilemahkan oleh yang lainnya. (Al-Majma', 1:62)
sealkazzsoftware.blogspot.com resepkuekeringku.com