IRWAN - HASAN HAMIDO - MUDZAKKIR ALI

Ketiga ikhwah ini yang berhikmat dan mengabdikan dirinya di DPD PKS Makassar, periode 2009 - 2014

Hasan Hamido

Ketua DPD PKS Kota Makassar.

Muh.Djafar Nurdin

Ketua Dewan Pimpinan Cabang Kecamatan Tallo

Irwan, ST.

Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Makassar.

Andi Akmal Pasluddin

Anggota Legislatif DPR RI.

Minggu, 28 Agustus 2011

Puasa Sawal.Seperti Puasa Setahun

Puasa Syawal: Puasa Seperti Setahun Penuh

Salah satu dari pintu-pintu kebaikan adalah melakukan puasa. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

أَلَا أَدُلُّكَ عَلَى أَبْوَابِ الْخَيْرِ؟ الصَّوْمُ جُنَّةٌ …

“Maukah aku tunjukkan padamu pintu-pintu kebaikan? Puasa adalah perisai, …” (HR. Tirmidzi, hadits ini hasan shohih)

Puasa dalam hadits ini merupakan perisai bagi seorang muslim baik di dunia maupun di akhirat. Di dunia, puasa adalah perisai dari perbuatan-perbuatan maksiat, sedangkan di akhirat nanti adalah perisai dari api neraka. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda dalam hadits Qudsi:

وَمَا يَزَالُ عَبْدِي يَتَقَرَّبُ إِلَيَّ بِالنَّوَافِلِ حَتَّى أُحِبَّهُ

“Dan senantiasa hamba-Ku mendekatkan diri kepadaKu dengan amalan-amalan sunnah sehingga Aku mencintainya.” (HR. Bukhari)

Oleh karena itu, untuk mendapatkan kecintaan Allah ta’ala, maka lakukanlah puasa sunnah setelah melakukan yang wajib. Di antara puasa sunnah yang Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam anjurkan setelah melakukan puasa wajib (puasa Ramadhan) adalah puasa enam hari di bulan Syawal.


Dianjurkan untuk Puasa Enam Hari di Bulan Syawal

Puasa ini mempunyai keutamaan yang sangat istimewa. Hal ini dapat dilihat dari sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dari sahabat Abu Ayyub Al Anshoriy, beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

مَنْ صَامَ رَمَضَانَ ثُمَّ أَتْبَعَهُ سِتًّا مِنْ شَوَّالٍ كَانَ كَصِيَامِ الدَّهْرِ

“Barang siapa yang berpuasa Ramadhan kemudian berpuasa enam hari di bulan Syawal, maka dia berpuasa seperti setahun penuh.” (HR. Muslim)

Pada hadits ini terdapat dalil tegas tentang dianjurkannya puasa enam hari di bulan Syawal dan pendapat inilah yang dipilih oleh madzhab Syafi’i, Ahmad dan Abu Daud serta yang sependapat dengan mereka. Sedangkan Imam Malik dan Abu Hanifah menyatakan makruh. Namun pendapat mereka ini lemah karena bertentangan dengan hadits yang tegas ini. (Lihat Syarh An Nawawi ‘ala Muslim, 8/56)


Puasa Syawal, Puasa Seperti Setahun Penuh

Dari Tsauban, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

مَنْ صَامَ سِتَّةَ أَيَّامٍ بَعْدَ الْفِطْرِ كَانَ تَمَامَ السَّنَةِ (مَنْ جَاءَ بِالْحَسَنَةِ فَلَهُ عَشْرُ أَمْثَالِهَا)

“Barang siapa berpuasa enam hari setelah hari raya Idul Fitri, maka dia seperti berpuasa setahun penuh. [Barang siapa berbuat satu kebaikan, maka baginya sepuluh kebaikan semisal].” (HR. Ibnu Majah dan dishohihkan oleh Syaikh Al Albani dalam Irwa’ul Gholil)

Orang yang melakukan satu kebaikan akan mendapatkan sepuluh kebaikan yang semisal. Puasa ramadhan adalah selama sebulan berarti akan semisal dengan puasa 10 bulan. Puasa syawal adalah enam hari berarti akan semisal dengan 60 hari yang sama dengan 2 bulan. Oleh karena itu, seseorang yang berpuasa ramadhan kemudian berpuasa enam hari di bulan syawal akan mendapatkan puasa seperti setahun penuh. (Lihat Syarh An Nawawi ‘ala Muslim, 8/56 dan Syarh Riyadhus Sholihin, 3/465). Segala puji bagi Allah yang telah memberikan nikmat ini bagi umat Islam.


Apakah Puasa Syawal Harus Berurutan dan Dilakukan di Awal Ramadhan ?

Imam Nawawi dalam Syarh Muslim, 8/56 mengatakan, “Para ulama madzhab Syafi’i mengatakan bahwa paling afdhol (utama) melakukan puasa syawal secara berturut-turut (sehari) setelah shalat ‘Idul Fithri. Namun jika tidak berurutan atau diakhirkan hingga akhir Syawal maka seseorang tetap mendapatkan keutamaan puasa syawal setelah sebelumnya melakukan puasa Ramadhan.” Oleh karena itu, boleh saja seseorang berpuasa syawal tiga hari setelah Idul Fithri misalnya, baik secara berturut-turut ataupun tidak, karena dalam hal ini ada kelonggaran. Namun, apabila seseorang berpuasa syawal hingga keluar waktu (bulan Syawal) karena bermalas-malasan maka dia tidak akan mendapatkan ganjaran puasa syawal.

Catatan: Apabila seseorang memiliki udzur (halangan) seperti sakit, dalam keadaan nifas, sebagai musafir, sehingga tidak berpuasa enam hari di bulan syawal, maka boleh orang seperti ini meng-qodho’ (mengganti) puasa syawal tersebut di bulan Dzulqo’dah. Hal ini tidaklah mengapa. (Lihat Syarh Riyadhus Sholihin, 3/466)


Tunaikanlah Qodho’ (Tanggungan) Puasa Terlebih Dahulu

Lebih baik bagi seseorang yang masih memiliki qodho’ puasa Ramadhan untuk menunaikannya daripada melakukan puasa Syawal. Karena tentu saja perkara yang wajib haruslah lebih diutamakan daripada perkara yang sunnah. Alasan lainnya adalah karena dalam hadits di atas Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan, “Barang siapa berpuasa Ramadhan.” Jadi apabila puasa Ramadhannya belum sempurna karena masih ada tanggungan puasa, maka tanggungan tersebut harus ditunaikan terlebih dahulu agar mendapatkan pahala semisal puasa setahun penuh.

Apabila seseorang menunaikan puasa Syawal terlebih dahulu dan masih ada tanggungan puasa, maka puasanya dianggap puasa sunnah muthlaq (puasa sunnah biasa) dan tidak mendapatkan ganjaran puasa Syawal karena kita kembali ke perkataan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tadi, “Barang siapa berpuasa Ramadhan.” (Lihat Syarhul Mumthi’, 3/89, 100)

Catatan: Adapun puasa sunnah selain puasa Syawal, maka boleh seseorang mendahulukannya dari mengqodho’ puasa yang wajib selama masih ada waktu lapang untuk menunaikan puasa sunnah tersebut. Dan puasa sunnahnya tetap sah dan tidak berdosa. Tetapi perlu diingat bahwa menunaikan qodho’ puasa tetap lebih utama daripada melakukan puasa sunnah. Hal inilah yang ditekankan oleh Syaikh Muhammad bin Sholih Al Utsaimin -semoga Allah merahmati beliau- dalam kitab beliau Syarhul Mumthi’, 3/89 karena seringnya sebagian orang keliru dalam permasalahan ini.

Kita ambil permisalan dengan shalat dzuhur. Waktu shalat tersebut adalah mulai dari matahari bergeser ke barat hingga panjang bayangan seseorang sama dengan tingginya. Kemudian dia shalat di akhir waktu misalnya jam 2 siang karena udzur (halangan). Dalam waktu ini bolehkah dia melakukan shalat sunnah kemudian melakukan shalat wajib? Jawabnya boleh, karena waktu shalatnya masih lapang dan shalat sunnahnya tetap sah dan tidak berdosa. Namun hal ini berbeda dengan puasa syawal karena puasa ini disyaratkan berpuasa ramadhan untuk mendapatkan ganjaran seperti berpuasa setahun penuh. Maka perhatikanlah perbedaan dalam masalah ini!


Boleh Berniat di Siang Hari dan Boleh Membatalkan Puasa Ketika Melakukan Puasa Sunnah

Permasalahan pertama ini dapat dilihat dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah masuk menemui keluarganya lalu menanyakan: “Apakah kalian memiliki sesuatu (yang bisa dimakan, pen)?” Mereka berkata, “tidak” Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan, “Kalau begitu sekarang, saya puasa.” Dari hadits ini berarti seseorang boleh berniat di siang hari ketika melakukan puasa sunnah.

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga terkadang berpuasa sunnah kemudian beliau membatalkannya sebagaimana dikatakan oleh Ummul Mukminin Aisyah radhiyallahu ‘anha dan terdapat dalam kitab An Nasa’i. (Lihat Zadul Ma’ad, 2/79)

Semoga dengan sedikit penjelasan ini dapat mendorong kita melakukan puasa enam hari di bulan Syawal, semoga amalan kita diterima dan bermanfaat pada hari yang tidak bermanfaat harta dan anak kecuali yang menghadap Allah dengan hati yang bersih.

Alhamdulillahilladzi bi ni’matihi tatimmush sholihaat, wa shallallaahu ‘alaa nabiyyina Muhammad wa ‘alaa aalihi wa shohbihi wa sallam.

5 Syawal 1428 H (Bertepatan dengan 17 September 2007)

***

Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal
Artikel www.muslim.or.id

Pesan untuk para Murabbi


DR. Jumah Amin Abdul Aziz
Wakil  Mursyid Am Ikhwanul Muslimin
Semoga bisa kita pahami, selanjutnya bisa kita realisasikan. Kita tidak ingin bahasan ini hanya ada dalam tataran ucapan. Kita takut firman Allah:
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا لِمَ تَقُولُونَ مَا لاَ تَفْعَلُونَ
Hai orang-orang yang beriman, mengapa kamu mengatakan apa yang tidak kamu perbuat?
كَبُرَ مَقْتًا عِنْدَ اللَّهِ أَنْ تَقُولُوا مَا لاَ تَفْعَلُونَ
Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tiada kamu kerjakan (Ash Shaff, 61 : 2 – 3)
Ketahuilah, kita hidup dibayangi makar jahat dan perdebatan yang berkepanjangan. Musuh-musuh Islam melancarkan itu untuk menghalang-halangi manusia dari jalan Allah. Kita masuk ke dalam peperangan yang dipenuhi dengan berbagai macam strategi. Kita tidak akan pernah mampu melawan makar mereka, kecuali dengan meminta kepada Allah dengan mengatakan, “Ya Allah, aku mengadukan kelemahanku kepada-Mu….”
Coba kita renungkan kembali ucapan Bani Israil kepada Nabi Musa a.s. ini:
فَلَمَّا تَرَاءَى الْجَمْعَانِ قَالَ أَصْحَابُ مُوسَى إِنَّا لَمُدْرَكُونَ
Maka setelah kedua golongan itu saling melihat, berkatalah pengikut-pengikut Musa: “Sesungguhnya kita benar-benar akan tersusul”(Q.S. Asy Syu’ara, 26 : 61)
Nabi Musa a.s. dengan penuh tsiqah dan yakin akan pertolongan Allah (ats-tsiqatul muthlaq billah) berkata kepada kaumnya:
قَالَ كَلاَّ إِنَّ مَعِيَ رَبِّي سَيَهْدِينِ
Musa menjawab, “Sekali-kali tidak akan tersusul; sesungguhnya Tuhanku besertaku, kelak Dia akan memberi petunjuk kepadaku.” (Asy Syu’ara, 26 : 62)
 Dan yang terjadi selanjutnya adalah:
فَأَوْحَيْنَا إِلَى مُوسَى أَنِ اضْرِبْ بِعَصَاكَ الْبَحْرَ فَانْفَلَقَ فَكَانَ كُلُّ فِرْقٍ كَالطَّوْدِ الْعَظِيمِ
Lalu Kami wahyukan kepada Musa: “Pukullah lautan itu dengan tongkatmu”. Maka terbelahlah lautan itu dan tiap-tiap belahan adalah seperti gunung yang besar
وَأَزْلَفْنَا ثَمَّ اْلآخَرِينَ
Dan di sanalah Kami dekatkan golongan yang lain.
وَأَنْجَيْنَا مُوسَى وَمَنْ مَعَهُ أَجْمَعِينَ
Dan Kami selamatkan Musa dan orang-orang yang besertanya semuanya
ثُمَّ أَغْرَقْنَا اْلآخَرِينَ
Dan Kami tenggelamkan golongan yang lain itu
إِنَّ فِي ذَلِكَ لَآيَةً وَمَا كَانَ أَكْثَرُهُمْ مُؤْمِنِينَ
Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar merupakan suatu tanda yang besar (mukjizat) dan tetapi adalah kebanyakan mereka tidak beriman
وَإِنَّ رَبَّكَ لَهُوَ الْعَزِيزُ الرَّحِيمُ
Dan sesungguhnya Tuhanmu benar-benar Dialah Yang Maha Perkasa lagi Maha Penyayang (Asy Syu’ara, 26 : 63 – 68)
 Lihatlah sikap seorang mukmin ketika datang ancaman dari berbagai penjuru. Tidak seharusnya seperti umat Nabi Musa. Umat Nabi Musa sepertinya terhinggapi amnesia. Mereka melupakan janji Allah. Bahkan bersikap seolah apa-apa yang dijanjikan Allah hanya tipuan. Berbeda dengan mereka yang tertarbiyah dalam keimanan dan mempunyai tanggung jawab risalah, saat melihat musuh di hadapan, mereka akan berkata, “Inilah yang Allah dan rasulNya janjikan.”
Jadi tarbiyah bukan sekedar tsaqafah, tapi mempersiapkan diri untuk menahan makar dari barat dan timur. Lihatlah keteguhan Rasulullah saw. saat menghadapi berbagai tipu daya kafir Quraisy“Demi Allah, jika mereka mampu meletakkan matahari di tangan kananku dan bulan di tangan kiriku, agar aku menghentikan dakwah ini, niscaya tidak akan pernah menggoyahkanku, sampai Allah memenangkan dakwah ini atau aku hancur bersamanya.
Sekali lagi, itulah tarbiyah. Untuk menghadapi makar musuh sangat diperlukan ketegaran, sebagaimana kisah mantan tukang sihir yang hendak dihukum Fir’aun.
  فَأَلْقَى مُوسَى عَصَاهُ فَإِذَا هِيَ تَلْقَفُ مَا يَأْفِكُونَ
Kemudian Musa melemparkan tongkatnya, maka tiba-tiba ia menelan benda-benda palsu yang mereka ada-adakan itu
 فَأُلْقِيَ السَّحَرَةُ سَاجِدِينَ
Maka tersungkurlah ahli-ahli sihir sambil bersujud kepada Allah
 قَالُوا ءَامَنَّا بِرَبِّ الْعَالَمِينَ
Mereka berkata: “Kami beriman kepada Tuhan semesta alam
 رَبِّ مُوسَى وَهَارُونَ
yaitu: Tuhan Musa dan Harun
 قَالَ ءَامَنْتُمْ لَهُ قَبْلَ أَنْ ءَاذَنَ لَكُمْ إِنَّهُ لَكَبِيرُكُمُ الَّذِي عَلَّمَكُمُ السِّحْرَ فَلَسَوْفَ تَعْلَمُونَ لَأُقَطِّعَنَّ أَيْدِيَكُمْ وَأَرْجُلَكُمْ مِنْ خِلاَفٍ وَلَأُصَلِّبَنَّكُمْ أَجْمَعِينَ
Firaun berkata: “Apakah kamu sekalian beriman kepada Musa sebelum aku memberi izin kepadamu? Sesungguhnya dia benar-benar pemimpinmu yang mengajarkan sihir kepadamu maka kamu nanti pasti benar-benar akan mengetahui (akibat perbuatanmu); sesungguhnya aku akan memotong tanganmu dan kakimu dengan bersilangan dan aku akan menyalibmu semuanya.”
 قَالُوا لاَ ضَيْرَ إِنَّا إِلَى رَبِّنَا مُنْقَلِبُونَ
Mereka berkata: “Tidak ada kemudaratan (bagi kami); sesungguhnya kami akan kembali kepada Tuhan kami
 إِنَّا نَطْمَعُ أَنْ يَغْفِرَ لَنَا رَبُّنَا خَطَايَانَا أَنْ كُنَّا أَوَّلَ الْمُؤْمِنِينَ
Sesungguhnya kami amat menginginkan bahwa Tuhan kami akan mengampuni kesalahan kami, karena kami adalah .  orang-orang yang pertama-tama beriman
(As-Syu’ara: 45-51)
Tarbiyah juga memberikan nilai yang dalam. Ketika nilai-nilai rabbaniyah telah menshibghah, maka apa pun yang terjadi, kalian tidak akan terpengaruh. Bahkan, semisal ancaman penghilangan nyawa sekalipun seperti yang diterima mantan ahli sihir Fir’aun.
Seperti itulah tarbiyah membentuk rijal. Tentu saja untuk sampai pada rijal yang shiddiq ada ujian. Iman mereka itu teruji dengan ujian.
أَمْ حَسِبْتُمْ أَنْ تَدْخُلُوا الْجَنَّةَ وَلَمَّا يَأْتِكُمْ مَثَلُ الَّذِينَ خَلَوْا مِنْ قَبْلِكُمْ مَسَّتْهُمُ الْبَأْسَاءُ وَالضَّرَّاءُ وَزُلْزِلُوا حَتَّى يَقُولَ الرَّسُولُ وَالَّذِينَ ءَامَنُوا مَعَهُ مَتَى نَصْرُ اللَّهِ أَلاَ إِنَّ نَصْرَ اللَّهِ قَرِيبٌ
Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum datang kepadamu (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu? Mereka ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan, serta digoncangkan (dengan bermacam-macam cobaan) sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya: “Bilakah datangnya pertolongan Allah?” Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat (Al Baqarah, 2 : 214)
Ada tiga hal manfaat ujian dan tarbiyah dengan kesulitan, antara lain:
1. Untuk menyeleksi yang baik dari yang buruk (Ali imran, 3 : 179)
مَا كَانَ اللَّهُ لِيَذَرَ الْمُؤْمِنِينَ عَلَى مَا أَنْتُمْ عَلَيْهِ حَتَّى يَمِيزَ الْخَبِيثَ مِنَ الطَّيِّبِ وَمَا كَانَ اللَّهُ لِيُطْلِعَكُمْ عَلَى الْغَيْبِ وَلَكِنَّ اللَّهَ يَجْتَبِي مِنْ رُسُلِهِ مَنْ يَشَاءُ فَآمِنُوا بِاللَّهِ وَرُسُلِهِ وَإِنْ تُؤْمِنُوا وَتَتَّقُوا فَلَكُمْ أَجْرٌ عَظِيمٌ
Allah sekali-kali tidak akan membiarkan orang-orang yang beriman dalam keadaan kamu sekarang ini, sehingga Dia menyisihkan yang buruk (munafik) dari yang baik (mukmin). Dan Allah sekali-kali tidak akan memperlihatkan kepada kamu hal-hal yang gaib, akan tetapi Allah memilih siapa yang dikehendaki-Nya di antara rasul-rasul-Nya. Karena itu berimanlah kepada Allah dan rasul-rasul-Nya; dan jika kamu beriman dan bertakwa, maka bagimu pahala yang besar” (Ali Imran, 3 : 179)
Ujian datang untuk menyeleksi kualitas orang-orang yang beriman dan menghasilkan kepemipinan yang tangguh.
2. Untuk memilih orang-orang beriman dan menghinakan orang-orang kafir
وَلِيُمَحِّصَ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا وَيَمْحَقَ الْكَافِرِينَ
Dan agar Allah membersihkan orang-orang yang beriman (dari dosa mereka) dan membinasakan orang-orang yang kafir (Ali Imran, 3 : 141)
3. Allah memilih para syuhada
إِنْ يَمْسَسْكُمْ قَرْحٌ فَقَدْ مَسَّ الْقَوْمَ قَرْحٌ مِثْلُهُ وَتِلْكَ اْلأَيَّامُ نُدَاوِلُهَا بَيْنَ النَّاسِ وَلِيَعْلَمَ اللَّهُ الَّذِينَ ءَامَنُوا وَيَتَّخِذَ مِنْكُمْ شُهَدَاءَ وَاللَّهُ لاَ يُحِبُّ الظَّالِمِينَ
Jika kamu (pada perang Uhud) mendapat luka, maka sesungguhnya kaum (kafir) itu pun (pada perang Badar) mendapat luka yang serupa. Dan masa (kejayaan dan kehancuran) itu, Kami pergilirkan di antara manusia (agar mereka mendapat pelajaran); dan supaya Allah membedakan orang-orang yang beriman (dengan orang-orang kafir) dan supaya sebagian kamu dijadikan-Nya (gugur sebagai) syuhada. Dan Allah tidak menyukai orang-orang yang lalim (Ali Imran, 3 : 140)
Yang memilih adalah Allah, bukan kalian. Ingaklah oleh kalian kisah Khalid bin Walid ketika di ambang kematian padahal bekas luka dari medan perang menghiasi sekujur tubuhnya. Ia mati normal. Di tempat tidurnya sendiri. “Saya mati seperti unta, celakalah orang-orang penakut.
Seorang mukmin sejati tidak takut mati, karena kematian akan dating kapan pun di mana pun. Ketika Sayyid Qutb dieksekusi, kami shalat, salah seorang akh yang suaranya merdu membaca surat Ghafir (Mu’min).
 وَيَا قَوْمِ مَا لِي أَدْعُوكُمْ إِلَى النَّجَاةِ وَتَدْعُونَنِي إِلَى النَّارِ . تَدْعُونَنِي لِأَكْفُرَ بِاللَّهِ وَأُشْرِكَ بِهِ مَا لَيْسَ لِي بِهِ عِلْمٌ وَأَنَا أَدْعُوكُمْ إِلَى الْعَزِيزِ الْغَفَّارِ . لاَ جَرَمَ أَنَّمَا تَدْعُونَنِي إِلَيْهِ لَيْسَ لَهُ دَعْوَةٌ فِي الدُّنْيَا وَلاَ فِي اْلآخِرَةِ وَأَنَّ مَرَدَّنَا إِلَى اللَّهِ وَأَنَّ الْمُسْرِفِينَ هُمْ أَصْحَابُ النَّارِ .  فَسَتَذْكُرُونَ مَا أَقُولُ لَكُمْ وَأُفَوِّضُ أَمْرِي إِلَى اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ بَصِيرٌ بِالْعِبَادِ
Hai kaumku, bagaimanakah kamu, aku menyeru kamu kepada keselamatan, tetapi kamu menyeru aku ke neraka? (Kenapa) kamu menyeruku supaya kafir kepada Allah dan mempersekutukan-Nya dengan apa yang tidak kuketahui, padahal aku menyeru kamu (beriman) kepada Yang Maha Perkasa lagi Maha Pengampun? Sudah pasti bahwa apa yang kamu seru supaya aku (beriman) kepadanya tidak dapat memperkenankan seruan apa pun baik di dunia maupun di akhirat. Dan sesungguhnya kita kembali kepada Allah dan sesungguhnya orang-orang yang melampaui batas, mereka itulah penghuni neraka. Kelak kamu akan ingat kepada apa yang kukatakan kepada kamu. Dan aku menyerahkan urusanku kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Melihat akan hamba-hamba-Nya”. (Al Mu’min/Ghafir, 40 : 41 – 44)
 Ketika kami dengar beliau akan dieksekusi, mata air meleleh, sedih, tangis. Semoga beliau termasuk orang-orang shalih.
Saya bertanya, kalau beliau tidak mati di tiang gantungan, apakah beliau juga akan mati? Tentu. Karena, ajal sudah habis. Lalu apa arti syahadah? Artinya, Allah mengganti dari kematian yang wajar untuk mengangkat derajatnya.
Selain itu ada yang harus diperhatikan oleh murabbi, yaitu:
1. Manhajus Sadid (manhaj yang benar)
Hendaknya bekerja sesuai dengan manhaj secara kontinu, tanpa lelah. Bahkan, ketika bekerja ia merasa kurang dan tidak merasa sudah baik, maka ia selalu merasa perlu untuk menyempurnakan pekerjaannya.
2. Nafasnya Panjang
Karena perang itu lama, perlu sabar. Kesabaran yang bagus, yang tidak ada kesedihan, yang membuat kalian ridha. “Sungguh menakjubkan urusan orang beriman. Setiap urusan dianggap baik dan itu tidak akan ada kecuali dalam diri orang beriman. Jika mendapat kenikmatan, ia bersyukur dan itu adalah lebih baik baginya. Jika mendapat kesulitan, ia bersabar dan itu adalah lebih baik baginya.” (HR Muslim)
Sabar memberikan nafas panjang. Setelah sabar, membekali diri dengan pemahaman agama, pemahaman politik, pemahaman agama. Pemahaman perlu indhibat, perlu harakah. Tahu kapan harus bergerak.
Seseorang harus mempunyai ilmu untuk mengetahui rahasia hidup, harus punya ilmu untuk mengetahui posisi masyarakat. Itulah kepribadian yang sempurna.
Oleh karena itu Allah berfirman kepada Rasulullah saw., “Ia mengajarkan Kitab dan Hikmah…” Walaupun ada yang menafsirkan hikmah adalah sunnah, kita ikuti pendapat lain bahwa hikmah adalah hikmah ilmu.
Ketahuilah oleh kalian sifat-sifat umum murabbi, yaitu:
1. Ikhlas dalam amal
Semua gerakannya untuk Allah. Saya tidak tahu apakan saya sampaikan ini kepada kalian atau yang lain, hadits riwayat Abu Daud, bahwa Rasulullah saw. setiap kali keluar toilet baca istighfar. Kenapa? Karena, di toilet beliau terhalangi untuk dzikir kepada Allah. Begitulah seharusnya seorang murabbi, selalu berzikir kepada Allah. Semua aktivitas hidupnya lillahi ta’ala.
2. Benar dalam manhaj dan percaya benar dalam mengikuti manhaj
Para ulama merasa yakin bahwa mereka berada dalam manhaj yang benar. Manhaj ini bersambung sampai kepada manhaj Rasulullah. Begitu juga kita dalam dakwah ini.  Kalian tidak ikut kepada manusia, namun fikrahnya. Kita menghargai orang, bukan mengkultuskan. Beda antara taqdir dan taqdis.  Kalau kita berkomitmen, itu artinya berkomitmen kepada manhaj karena manhaj itu benar. Itu seua harus jelas bagi murabbi. Sebab, kalau jelas bagai matahari di siang bolong, murabbi bisa mentransfernya kepada orang lain. Ia punya hujjah yang kuat untuk disampaikan, bahkan kepada orang yang mendebat dan bertanya kepadanya.
3. Melek akan kondisi masyarakat
Kita hidup di masyarakat yang plural. Ada petani, pedagang, pegawai negeri, pegawai swasta, buruh, dan lain-lain. Karena itu, seorang murabbi harus memahami kondisi masyarakat. Surat Al-Kahfi ayat 19 mengingatkan kita tentang arti bersabar, yaitu sampai memahami kondisi masyarakat. Jangan terburu-buru. Jangan emosi.
4. Mengetahui kondisi manusia dan berhubungan dengan mereka
Mencari ilmu, pelajari masyarakat, tidak tergesa-gesa. Itu kata kunci dalam dakwah. Dalam risalahnya, Imam Al Banna mengatakan, “Barangsiapa ingin memetik hasil sebelum masa panen, hendaknya cari jalan lain, bukan jalan Ikhwan.”
Umar berkata:
اللهم إني أعوذ بك من جلد الفاجر وعجز  التقي
Ya Allah, aku berlindung kepadamu dari kekerasan orang fajir dan kelemahan orang yang bertakwa
Hendaknya murabbi meninggalkan hal-hal berikut ini:
1. Emosi jauh dari sentimen pribadiCinta dan benci karena Allah, bukan karena sentimen pribadi.
2. Jauh dari tindakan emosional. Keras suaranya seolah ia komandan perang saat berdebat dengan orang lain. Kalau kalian emosional begini, bagaimana mereka akan mendengar kalian.
3. Senantiasa waspada dengan kondisi. Berhati-hati untuk meninggalkan realita yang dihadapinya. Kami pernah hendak memberangkatkan pemuda ke Afghanistan. Maka, yang pertama yang harus mereka pelajari adalah Fiqih Hanafi karena masyarakat di sana bermazhab Hanafi.
Saya pernah diundang ke suatu daerah dan saat itu saya tidak memakai peci. Ketika hendak shalat seseorang membuka pecinya lalu mengatakan, kalau tidak keberatan pakailah ini. Saya ucapkan jazakallah, lalu bertanya kepadanya,  kenapa kamu beri saya peci, namun kamu sendiri shalat dengan telanjang kepala?
Imam Al-Banna mengatakan, “Setiap pertanyaan yang tidak ada tendensi amalnya, maka melakukannya adalah pembebanan yang dilarang agama.” Sifat ini sangat penting. Jika telah memenuhi sifat ini, maka kalian akan berpikir pada yang lebih detail dan mendalam. Inilah tarbiyah yang membentuk ideology. Tarbiyah aqlul muslim. Seorang muslim harus menyusun terlebih dahulu akalnya pada tingkat rabbani.
Jika seorang ikhwah bersikap keras akan berakibat fatal, maka seharus dia tidak mengucapkan satu patah kata pun. Lihatlah apa yang dicontohkan seorang sahabat yang ingin menyampaikan saran kepada Rasulullah saw. Dia bertanya terlebih dahulu, apakah ini wahyu yang diturunkan Allah atau sekedar inisiatif dari Rasulullah saw. Nabi saw. mengatakan, itu inisiatif dirinya. Maka, sahabat itu menyampaikan idenya.
Seorang qiyadah pun tidak boleh memotong pendapat yang dilontarkan kepadanya karena itu akanmemutus ide yang akan disampaikan. Jika hal itu dilakukan, akan melemahkan konsep tarbiyah.
Imam mazhab pernah mengatakan, pendapat saya mungkin benar tapi bisa jadi keliru; dan pendapat lain mungkin keliru tapi bisa jadi benar.
Kalian sebagai murabbi harus senantiasa memasang telinga untuk mendengar, menyiapkan dada yang lapang, dan wajah yang penuh senyum. Begitulah Nabi kalian, Muhammad saw. Beliau senantiasa berwajah senyum, kecuali jika melihat ada penyimpangan yang berhubungan dengan syariat. Beliau paling dahulu marah melalui perubahan wajahnya.
Seorang murabbi harus senantiasa memberikan dirinya dalam sikap tsiqah. Jangan mencoba mengurangi keyakinannya.
Sisi lain yang kita bahas adalah senantiasa bersikap tawadhu, senantiasa mendengar, syura, menghormati pemikiran madh’u sekalipun dalam memberikan kritik atau masukan. Senantiasa berpartisipasi dalam kegiatan masyarakat, sehingga mereka dapat memberikan ide. Karena, dengan demikian kalian sedang mentarbiyah mereka tentang syura dan menyatukan pemahaman serta sikap mereka. Seperti yang kita pahami sebagaimana Rasulullah saw. menyatukan perbedaan pendapat antara Abu Bakar, Umar, Utsman, dan Ali.
Saya katakan tidak dipungkiri bahwa dengan kalian berpartisipasi, akan memberikan rasa gembira pada mereka. Karena itu, jangan menghukumi mereka, jangan merendahkan, dan jangan memotong pembicaraan mereka.
Saya ingin menutup pembicaraan dengan beberapa point penting:
1. Langkah awal yang penting adalah musyarakah wijdaniyah, bahwa kalian memiliki peran di tengah masyarakat. Karena masyair wijdaniyah dapat menjadikan akal menerima alasan seperti kisah Nabi Sulaiman yang sedang melakukan inspeksi dan tidak mendapatkan Burung Hud-Hud. Ketika Nabi Sulaiman kehilangan Burung Hud-Hud, maka yang dilakukan adalah menggunakan musyarakah wijdaniyah.
2. Memberikan perasaan untuk senantiasa berada dalam pembicaraan atau dialog, dan meninggalkan debat yang tiada guna. Ingalah sabda Rasulullah ini: “Aku adalah pemimpin seseorang yang meninggalkan debat meskipun dia benar.”
3. Memberikan perasaan penerimaan pada pandangan dan keputusan muassasi karena ini akan memberikan pengaruh pada kekuatan jamaah.
Pada kesempatan ini pula saya ingin mengingatkan kembali 10 Wasiat Imam Al-Banna:
  1. Bangunlah segera untuk melakukan sholat apabila mendengar adzan walau bagaimanapun keadaannya.
  2. Baca, telaah, dan dengarkan Al-Qur’an atau dzikirlah kepada Allah; dan janganlah engkau menghambur-hamburkan waktumu dalam masalah yang tidak ada manfaatnya.
  3. Bersungguh-sungguhlah untuk bisa berbicara dalam bahasa Arab dengan fasih.
  4. Jangan memperbanyak perdebatan, sebab hal itu tidak akan mendatangkan kebaikan.
  5. Jangan banyak tertawa, sebab hati yang tenang dan tentram adalah yang selalu berkomunikasi dengan Allah (dzikir).
  6. Jangan bergurau karena umat yang berjihad tidak berbuat kecuali dengan bersungguh-sungguh dan terus-menerus.
  7. Jangan mengeraskan suara di atas suara yang diperlukan pendengar, karena hal ini akan mengganggu dan menyakiti orang yag mendengarkan.
  8. Jauhilah dari membicarakan kejelekan orang lain atau melukainya dalam bentuk apapun, dan jangan berbicara kecuali yang baik.
  9. Berta’aruflah dengan saudaramu yang kalian temui walaupun dia tidak meminta, sebab prinsip dakwah kita adalah cinta dan ta’awun (kerja sama).
  10. Pekerjaan rumah kita sebenarnya lebih bertumpuk dari pada waktu yang tersedia, maka manfaatkanlah waktu; dan apabila kalian mempunyai sesuatu keperluan, maka sederhanakanlah dan percepatlah untuk diselesaikan.
Selanjutnya, wasiat saya kepada kalian: jagalah ukhuwah, jagalah uhkhuwah karena dengan itulah kita dapattsabat dan memiliki kekuatan. Hal inilah yang senantiasa diwasiatkan dan disampaikan pada hadits tsulasa. Dakwah akan kokoh dengan ukhuwah dan keteguhan kita pada manhaj. Karena itu, hal terpenting setelah keimanan yang harus kalian perhatikan adalah ukhuwah.
Terakhir saya mengundang kalian untuk berkunjung ke Mesir. Setelah Allah membuka Mesir dengan revolusi di awal tahun ini, setiap hari orang-orang berdatangan kepada kami dan ini membuat musuh-musuh bertambah takut.
Saya tutup muhadharah ini dengan doa rabithah:
اللهم أنك تعلم أن هذه القلوب قد اجتمعت على محبتك ، و التقت على طاعتك ، وتوحدت على دعوتك ، وتعاهدت على نصرة شريعتك، فوفق اللهم رابطتها ، وأدم ودها ، واهدها سبلها ، و املأها بنورك الذي لا يخبوا ، و اشرح صدورها بفيض الايمان بك ، وجميل التوكل عليك، وأحيها بمعرفتك، وأمتها على الشهادة في سبيلك ، انك نعم المولى ونعم النصير
Ya Allah, sesungguhnya Engkau Maha Mengetahui bahwa hati-hati ini telah berkumpul atas dasar kecintaan apdaMu, bertemu atas dasar ketaatan padaMu, bersatu dalam rangka menyeru di jalanMu, dan berjanji setia untuk membela syariatMu, maka kuatkanlah ikatan pertaliannya, Ya Allah, abadikanlah kasih sayangnya, tunjukkanlah jalan-jalannya, dan penuhilah ia dengan cahayaMu yang tidak pernah padam, lapangkanlah dadanya dengan limpahan iman dan keindahan tawakal kepadaMu, dan matikanlah ia dalam keadaan syahid di jalanMu. Sesungguhnya Engkau sebaik-baik pelindung dan sebaik-baik penolong. Dan semoga shalawat serta salam tercurahkan kepada junjungan kami, Muhammad, kepada keluarganya, dan kepada semua sahabatnya.

Takbir Dalam Idul Fitri


Allah SWT berfirman, “Dan hendaklah kalian mencukupkan bilangannya dan hendaklah kalian mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepada kalian, mudah-mudahan kalian mau bersyukur".

Dalam hadits disebutkan “Nabi SAW pernah keluar pada hari raya Idul Fitri, beliau bertakbir, ketika mendatangi mushalla sampai selesainya shalat, apabila shalat telah selesai, maka beliau menghentikan takbirnya,” (HR Ibnu Abi Syaibah).

Menurut Syaikh Al Albani, dalam hadits ini ada dalil disyariatkannya melakukan takbir dengan suara jahr (keras) di jalanan ketika menuju mushalla sebagaimana yang biasa dilakukan kaum muslimin. Meskipun banyak dari mereka mulai menganggap remeh sunnah ini hingga hampir-hampir sunnah ini sekadar menjadi berita.

Mengeraskan takbir tidak disyariatkan berkumpul atas satu suara sebagaimana dilakukan oleh sebagian orang. Demikian pula setiap dzikir yang disyariatkan untuk mengeraskan suara ketika membacanya atau tidak disyariatkan mengeraskan suara, maka tidak dibenarkan berkumpul atas satu suara seperti yang telah disebutkan. Hendaknya kita hati-hati dari perbuatan tersebut, dan hendaklah kita selalu meletakkan di hadapan mata kita bahwa sebaik-baik petunjuk adalah petunjuknya Muhammad SAW".

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah ditanya tentang waktu takbir pada dua hari raya, maka ia menjawab : "Segala puji bagi Allah, pendapat yang paling benar tentang takbir ini yang jumhur salaf dan para ahli fiqih dari kalangan sahabat serta imam berpegang dengannya adalah : Hendaklah takbir dilakukan mulai dari waktu fajar hari Arafah sampai akhir hari Tasyriq (11,12,13 Dzulhijjah), dilakukan setiap selesai mengerjakan shalat, dan disyariatkan bagi setiap orang untuk mengeraskan suara dalam bertakbir ketika keluar untuk shalat Id. Ini merupakan kesepakatan para imam yang empat”.

Ibnu Umar dahulu apabila pergi keluar pada hari raya Idul Fitri dan Idhul Adha, ia mengeraskan ucapan takbirnya sampai ke mushalla, kemudian bertakbir sampai imam datang, (HR Ad Daraquthni dan Ibnu Abi Syaibah).

Takbir dilakukan pada setiap waktu tanpa pengkhususan. Yang menunjukkan demikian adalah ucapan Imam Bukhari dalam kitab 'Iedain dari "Shahih Bukhari" 2/416 : "Bab Takbir pada hari-hari Mina, dan pada keesokan paginya menuju Arafah".

Umar RA pernah bertakbir di kubahnya di Mina. Maka orang-orang yang berada di masjid mendengarnya lalu mereka bertakbir dan bertakbir pula orang-orang yang berada di pasar hingga kota Mina gemuruh dengan suara takbir.

Ibnu Umar pernah bertakbir di Mina pada hari-hari itu dan setelah shalat (lima waktu), di tempat tidurnya, di kemah, di majlis dan di tempat berjalannya pada hari-hari itu seluruhnya.

Maimunnah pernah bertakbir pada hari kurban, dan para wanita bertakbir di belakang Aban bin Utsman dan Umar bin Abdul Aziz pada malam-malam hari Tasyriq bersama kaum pria di masjid".

Pada pagi hari Idul Fitri dan Idul Adha, Ibnu Umar mengeraskan takbir hingga ia tiba di mushalla, kemudian ia tetap bertakbir hingga datang imam (HR Ad-Daraquthni, Ibnu Abi Syaibah ).

Tidak ada hadits nabawi yang shahih tentang tata cara takbir. Yang ada hanyalah tata cara takbir yang di riwayatkan dari sebagian sahabat, semoga Allah meridlai mereka semuanya.

Lafadz Takbir

Seperti Ibnu Mas'ud, ia mengucapkan takbir dengan lafadh : Allahu Akbar Allahu Akbar Laa ilaha illallaha, wa Allahu Akbar, Allahu Akbar wa lillahil hamdu.

 “Allah Maha Besar Allah Maha Besar, Tidak ada sesembahan yang benar kecuali Allah, Allah Maha Besar Allah Maha Besar dan untuk Allah segala pujian" (HR Ibnu Abi Syaibah)

Sedangkan Ibnu Abbas bertakbir dengan lafadh : Allahu Akbar Allahu Akbar Allahu Akbar, wa lillahil hamdu, Allahu Akbar, wa Ajallu Allahu Akbar 'alaa maa hadanaa.

 “Allah Maha Besar Allah Maha Besar Allah Maha Besar dan bagi Allah lah segala pujian, Allah Maha Besar dan Maha Mulia, Allah Maha Besar atas petunjuk yang diberikannya pada kita". (HR Al Baihaqi).

disarikan dari http://darussalaf.or.id

Rabu, 24 Agustus 2011

Sang Penakluk Muhammad AlFatih

Abu Qubail menuturkan dari Abdullah bin Amr bin Ash, “Suatu ketika kami sedang menulis di sisi Rasulullah SAW, tiba-tiba beliau ditanya, “Mana yang terkalahkan lebih dahulu, Konstantinopel atau Romawi?” Beliau menjawab, “Kota Heraklius-lah yang akan terkalahkan lebih dulu.” Maksudnya adalah Konstantinopel.” [H.R. Ahmad, Ad-Darimi, Al-Hakim]

“Kota Konstantinopel akan jatuh ke tangan Islam. Pemimpin yang menaklukkannya adalah sebaik-baik pemimpin dan pasukan yang berada di bawah komandonya adalah sebaik-baik pasukan.” [H.R. Ahmad bin Hanbal Al-Musnad 4/335]

Jika anda terkagum-kagum dengan penggambaran perang yang ketat antara Balian of Ibelin melawan Shalahudin Al-Ayyubi di film Kingdom of Heaven [resensi Priyadi], maka perang antara Constantine XI Paleologus dengan Muhammad Al-Fatih jauh lebih ketat, tidak hanya dalam hitungan hari tapi berminggu-minggu.
Kekaisaran Romawi terpecah dua, Katholik Roma di Vatikan dan Yunani Orthodoks di Byzantium atau Constantinople yang kini menjadi Istanbul. Perpecahan tersebut sebagai akibat konflik gereja meskipun dunia masih tetap mengakui keduanya sebagai pusat peradaban. Constantine The Great memilih kota di selat Bosphorus tersebut sebagai ibukota, dengan alasan strategis di batas Eropa dan Asia, baik di darat sebagai salah satu Jalur Sutera maupun di laut antara Laut Tengah dengan Laut Hitam dan dianggap sebagai titik terbaik sebagai pusat kebudayaan dunia, setidaknya pada kondisi geopolitik saat itu.

Yang mengincar kota ini untuk dikuasai termasuk bangsa Gothik, Avars, Persia, Bulgar, Rusia, Khazar, Arab-Muslim dan Pasukan Salib meskipun misi awalnya adalah menguasai Jerusalem. Arab-Muslim terdorong ingin menguasai Byzantium tidak hanya karena nilai strategisnya, tapi juga atas kepercayaan kepada ramalan Rasulullah SAW melalui riwayat Hadits di atas.

Upaya pertama dilakukan oleh Muawiyah bin Abu Sufyan pada tahun 668M, namun gagal dan salah satu sahabat Rasulullah SAW yaitu Abu Ayyub Al-Anshari ra. gugur. Sebelumnya Abu Ayyub sempat berwasiat jika ia wafat meminta dimakamkan di titik terjauh yang bisa dicapai oleh kaum muslim. Dan para sahabatnya berhasil menyelinap dan memakamkan beliau persis di sisi tembok benteng Konstantinopel di wilayah Golden Horn.

Generasi berikutnya, baik dari Bani Umayyah dan Bani Abbasiyyah hingga Turki Utsmani pada masa pemerintahan Murad II juga gagal menaklukkan Byzantium. Salah satu peperangan Murad II di wilayah Balkan adalah melawan Vlad Dracul, seorang tokoh Crusader yang bengis dan sadis (Dracula karya Bram Stoker adalah terinsipirasi dari tokoh ini). Selama 800 tahun kegagalan selalu terjadi, hingga anak Sultan Murad II yaitu Muhammad II naik tahta Turki Utsmani.

Sejak Sultan Murad I, Turki Utsmani dibangun dengan kemiliteran yang canggih, salah satunya adalah dengan dibentuknya pasukan khusus yang disebut Yanisari. Dengan pasukan militernya Turki Utsmani menguasasi sekeliling Byzantium hingga Constantine merasa terancam, walaupun benteng yang melindungi –bahkan dua lapis– seluruh kota sangat sulit ditembus, Constantine pun meminta bantuan ke Roma, namun konflik gereja yang terjadi tidak menelurkan banyak bala bantuan.
Hari Jumat, 6 April 1453M, Muhammad II atau disebut juga Mehmed bersama gurunya, syaikh Aaq Syamsudin, beserta tangan kanannya, Halil Pasha dan Zaghanos Pasha merencanakan penyerangan ke Byzantium dari berbagai penjuru benteng kota tersebut. vDengan berbekal 150.000 ribu pasukan dan meriam buatan Urban –teknologi baru pada saat itu– Muhammad II mengirim surat kepada Paleologus untuk masuk Islam atau menyerahkan penguasaan kota secara damai atau perang. Constantine Paleologus menjawab tetap mempertahankan kota dengan dibantu oleh Kardinal Isidor, Pangeran Orkhan dan Giovanni Giustiniani dari Genoa.

Kota dengan benteng 10m-an tersebut memang sulit ditembus, selain di sisi luar benteng pun dilindungi oleh parit 7m. Dari sebelah barat melalui pasukan altileri harus membobol benteng dua lapis, dari arah selatan laut Marmara pasukan laut harus berhadapan dengan pelaut Genoa pimpinan Giustiniani dan dari arah timur armada laut harus masuk ke selat sempit Golden Horn yang sudah dilindungi dengan rantai besar hingga kapal perang ukuran kecil pun tak bisa lewat.
Berhari-hari hingga berminggu-minggu benteng Byzantium tak bisa jebol, kalaupun runtuh membuat celah pasukan Constantine mampu mempertahankan celah tersebut dan dengan cepat menumpuk kembali hingga tertutup. Usaha lain pun dicoba dengan menggali terowongan di bawah benteng, cukup menimbulkan kepanikan kota, namun juga gagal. Hingga akhirnya sebuah ide yang terdengar bodoh dilakukan hanya dalam semalam. Salah satu pertahanan yang agak lemah adalah melalui selat Golden Horn yang sudah dirantai. Ide tersebut akhirnya dilakukan, yaitu memindahkan kapal-kapal melalui darat untuk menghindari rantai penghalang, hanya dalam semalam dan 70-an kapal bisa memasuki wilayah selat Golden Horn.

29 Mei, setelah sehari istirahat perang Muhammad II kembali menyerang total, diiringi hujan dengan tiga lapis pasukan, irregular di lapis pertama, Anatolian Army di lapis kedua dan terakhir pasukan Yanisari. Giustiniani sudah menyarankan Constantine untuk mundur atau menyerah tapi Constantine tetap konsisten hingga gugur di peperangan. Kabarnya Constantine melepas baju perang kerajaannya dan bertempur bersama pasukan biasa hingga tak pernah ditemukan jasadnya. Giustiniani sendiri meninggalkan kota dengan pasukan Genoa-nya. Kardinal Isidor sendiri lolos dengan menyamar sebagai budak melalui Galata, dan Pangeran Orkhan gugur di peperangan.

Konstantinopel telah jatuh, penduduk kota berbondong-bondong berkumpul di Hagia Sophia, dan Sultan Muhammad II memberi perlindungan kepada semua penduduk, siapapun, baik Islam, Yahudi ataupun Kristen. Hagia Sophia pun akhirnya dijadikan masjid dan gereja-gereja lain tetap sebagaimana fungsinya bagi penganutnya.

Toleransi tetap ditegakkan, siapa pun boleh tinggal dan mencari nafkah di kota tersebut. Sultan kemudian membangun kembali kota, membangun sekolah –terutama sekolah untuk kepentingan administratif kota– secara gratis, siapa pun boleh belajar, tak ada perbedaan terhadap agama, membangun pasar, membangun perumahan, bahkan rumah diberikan gratis kepada para pendatang yang bersedia tinggal dan mencari nafkah di reruntuhan kota Byzantium tersebut. Hingga akhirnya kota tersebut diubah menjadi Istanbul, dan pencarian makam Abu Ayyub dilakukan hingga ditemukan dan dilestarikan. Kini Hagia Sophia yang megah berubah fungsi menjadi museum.


Sumber: Alwi Alatas: Al-Fatih Sang Penakluk Konstantinopel, Penerbit Zikrul Hakim, 2005
http://yulian.firdaus.or.id/2006/03/08/fatih-the-conqueror/
sealkazzsoftware.blogspot.com resepkuekeringku.com