Jumat, 02 September 2011

Mencari Solusi Perbedaan Penetapan 1 Syawal


 Perbedaan penetapan 1 Syawal 1432 Hijriyah di Indonesia dinilai merupakan persoalan serius yang harus ditemukan jalan tengahnya. Salah satu langkah yang diwacanakan adalah Komisi VIII DPR RI bidang agama dan sosial bisa mengundang Menteri Agama RI dalam waktu dekat untuk melakukan hearing.
Amir Jama'ah Muslimin (Hizbullah) Kaltim di Balikpapan, Ustadz Adzro'ie 'Abdus Syukur, menyatakan sangat mendukung usulan Pusat Studi dan Da'wah Islam (Pusda'i) Fahma Kutai Timur agar dilakukan hearing antara Komisi VIII DPR RI dengan Menteri Agama.
"Saya sangat mendukung hearing tersebut. Memang ada beberapa hal yang harus diperjelas, seperti penyebutan tanggal penetapan 1 Syawal di negara lain, dan tidak diakomodirnya kesaksian dari pengamat hilal di Cakung dan Jepara," katanya.
Selain itu, hearing juga bisa menjajaki  penambahan metode ru'yah global sebagai rujukan penentuan penanggalan hijriyah. "Selain itu, kami mengingatkan pemerintah agar jangan semata-mata membuat keputusan berdasarkan suara terbanyak. Hal ini bertentangan dengan isi Surah Al-An'am ayat 116," katanya.
Sebagaimana diwartakan sebelumnya, Ketua Pusda'i Fahma, Bambang Supriyadi, Rabu (31/8/2011), mengatakan masih ada beberapa hal yang harus dibahas pasca sidang itsbat 29 Agustus lalu. Pembahasan ini bukan untuk memperuncing perbedaan, melainkan mencari jalan tengah demi kebaikan dan persatuan ummat.
Karena itu perlu digelar hearing dengan agenda utama hearing adalah mengevaluasi penetapan 1 Syawal pada tahun ini, beberapa tahun terakhir, sekaligus menjajaki metode yang bisa menjadi jalan tengah atas perbedaan yang terjadi. Hasil hearing bisa ditindaklanjuti sebagai acuan perumusan kebijakan pemerintah.
"Kami menilai Komisi VIII DPR RI perlu meminta laporan tentang hasil sidang itsbat dan hasil ru'yatul hilal di seluruh Indonesia. Dalam hearing perlu dievaluasi pelaksanaan 'idul fitri tahun ini. Bagaimana kondisi di lapangan. Apakah ada persoalan serius di level grass root," kata Bambang.
Selain itu, perlu dijelaskan mengapa sudah ada penetapan tanggal merah oleh pemerintah tanggal 29 Agustus 2011. "Apa yang menjadi dasarnya? Pertanyaan ini juga diajukan salah satu ormas dalam sidang itsbat, namun tidak dijawab. Apakah pemerintah menetapkan standar ganda tentang hisab dan ru'yah," katanya.
Perlu dipertanyakan pula alasan mengapa kesaksian dari warga yang melihat hilal di Cakung dan Kudus tidak dipertimbangkan, bahkan tidak diberi kesempatan memberikan penjelasan. Padahal mereka siap untuk memberikan kesaksiannya.
"Yang juga penting, perlu dipertanyakan penyebutan Surat Kesepakatan Bersama (SKB) 4 negara di Asia Tenggara yang menetapkan 1 Syawal tanggal 31 Agustus. Yaitu Indonesia, Malaysia, Singapura, dan Brunei. Padahal negara-negara tersebut menetapkan 1 Syawal tanggal 30 Agustus. Harus diperjelas apakah ada perubahan SKB, ada kesalahan informasi, ataukah telah terjadi pembohongan publik," katanya.

0 komentar:

Posting Komentar

sealkazzsoftware.blogspot.com resepkuekeringku.com