MAKASSAR (Arrahmah.com) - Seminar
hasil doktoral Jalaluddin Rakhmat di gedung Pascasarjana UIN Alauddin
Makassar, Selasa (9/12/2013) penuh kecurangan ilmiah. Hal ini terungkap
dari pemaparan para tim penguji yag terdiri dari Prof. Dr. Abd. Rahim
Yunus, Prof. Dr. Arifuddin Ahmad dan Dr. Hamzah Harun (Kepala Litbang
Depag Sulsel), seperti dilansir situs LPPIMakassar.com Rabu (10/12/2013).
Sesuai dengan prediksi kita, kata tim penguji,, tentunya setelah melihat kebiasaan buruk tokoh Syiah yang sering disapa Kang Jalal ini, terhampar di berbagai karyanya, mulai dari artikel, makalah, ceramah dan buku-bukunya.
Juga setelah melihat komentar para ulama muktabar seperti Imam Asy-Syafi’i Rohimahullah tentang kebiasaan orang-orang Syiah yang dengan entengnya suka berdusta. Merekalah kelompok sempalan Islam yang paling berani bersaksi palsu dan paling bohong dalam pengakuannya.
Berikut petikan komentar penguji disertasi doktoral Kang Jalal, yang menyuratkan adanya banyak kecurangan.
Otentisitas sumber yang meragukan
Dr. Hamzah Harun memulai komentarnya,
“Kelemahan substansif yang ada dalam penelitian ini adalah, pertama, ketika kita berbicara tentang smber sejarah maka yang paling substansif untuk kita bahas adalah otentisitas dari sumber itu karena kalau kita membentuk sebuah argumen dan mendasarkannya pada sumber yang otentisitasnya kemudian hari terbantah maka semua bangunan argumentasi yang dibangun itu runtuh secara mutlak, dan inilah kelemahan dari penelitian ini. Ketika penulis berbicara tentang hadis, dari Aisyah, Abu Bakar, Umar dan sebagainya. Seakan-akan penulis tidak pernah mempersoalkan tentang otentisitas sumber itu, apakah riwayat itu benar bersumber dari Aisyah atau hanya disandarkan kepada Aisyah, saya tidak menemukan penulis menyoal hal itu, padahal ini yang paling substansif. Karena jangan-jangan Aisyah tidak pernah mengatakan itu, tetapi hanya disandarkan kepadanya, ini tidak pernah disoal, dan ini banyak sekali. Ini kelemahan yang paling substansif dari tulisan-tulisan yang sekian banyak ini. Jadi ini mohon menjadi perhatian serius jika ingin menjadikan sebuah sumber menjadi landasan argumentatif, maka pertama harus dikonstruksi, harus dibuktikan, atau paling tidak dikomentari keabsahan dari literatur itu. Ini yang saya tidak temukan dari tulisan disertasi ini.”
Membuang banyak riwayat yang tidak mendukung analisanya
Dr. Hamzah Harun melanjutkan,
“Kemudian, ketika misalnya mengutip hadis tentang larangan menulis hadis, itu banyak sekali disebutkan, lagi-lagi ini tidak sesuai, disini benar atau tidak, apa betul ada hadis begitu atau tidak. Ini tidak pernah dipertanyakan. Yang kedua, hadis yang kontradiktif (yang sebaliknya menyuruh menulis hadis), itu sangat banyak, tapi itu tidak dikutip. Informasi tentang itu sangat banyak tapi tidak ditampilkan secara proporsinal. Itu salah satu kelemahannya juga.”
Tergesa-gesa menyimpulkan
“Apa yang saya dapatkan berkaitan dengan amanah ilmiah, saya mendapatkan Kang Jalal disini melakukan tahmilu an-nash ‘ala lima la yahtamil, menggiring nash/ teks kepada sesuatu yang sebenarnya bukan begitu maksudnya. Tapi Kang Jalal setelah memaparkan itu kemudian menyimpulkan bahwa menurut saya begini. Menurut saya itu terlalu cepat. Beberapa konteks hadis yang berkaitan dengan itu kemudian disimpulkan, dan kesimpulan itu sebenarnya –kalau kita lihat- kesimpulan yang tidak bisa diterima, terutama kepada kalangan Ahlus Sunnah, walaupun ternyata Kang Jalal bukan Ahlus Sunnah, Syiah.” Lanjut Kepala Balai Penelitian dan Pengembangan Agama Depag Sulsel ini.
Tidak faham sejarah?
“Saya kaget ketika Kang Jalal menyebutkan bahwa Al-Hakim itu dia tiba di Irak pada tahun 41 hijriyah, lalu disini saya melihat, bagaimana bisa tahun 41 hijriyah, padahal muhadditsin itu sendiri nanti setelah berakhir abad pertama. Lalu kemudian saya melihat-lihat, Al-Hakim bukan 41 hijriyah, tetapi sebenarnya adalah beliau lahir tahun 351 H dan meninggal tahun 405 H. Hal seperti ini, dalam disertasi seperti ini, seharusnya tidak terjadi.”
Plagiat karya ilmiah
“Kemudian, tentang Mahmud Abu Rayyan adalah seorang yang pernah datang di Al-Azhar lalu kemudian karena kekecewaannya beliau mengumpulkan beberapa hadis yang bisa dipelintir yang kemudian hadis-hadis itu banyak dikutip oleh a’da’ul Islam (musuh-musuh Islam), termasuk para orientalis juga banyak mengutip darinya. Makanya ketika saya melihat kerangka pikir yang Kang Jalal bangun disini, saya tadinya mengatakan mungkin hanya kebetulan, karena kerangka pikir yang ada disini persis dengan urutan-urutan hadis yang sebenarnya sudah dipaparkan oleh Mahmud Abu Rayyan, yang kemudian diikuti oleh beberapa penulis, termasuk misalnya Abdurrahman bin Sa’ad, kemudian Abdurrahman bin Yahya Al-Mu’allimy.” (azm/muhistiqamah/arrahmah.com)
Sesuai dengan prediksi kita, kata tim penguji,, tentunya setelah melihat kebiasaan buruk tokoh Syiah yang sering disapa Kang Jalal ini, terhampar di berbagai karyanya, mulai dari artikel, makalah, ceramah dan buku-bukunya.
Juga setelah melihat komentar para ulama muktabar seperti Imam Asy-Syafi’i Rohimahullah tentang kebiasaan orang-orang Syiah yang dengan entengnya suka berdusta. Merekalah kelompok sempalan Islam yang paling berani bersaksi palsu dan paling bohong dalam pengakuannya.
Berikut petikan komentar penguji disertasi doktoral Kang Jalal, yang menyuratkan adanya banyak kecurangan.
Otentisitas sumber yang meragukan
Dr. Hamzah Harun memulai komentarnya,
“Kelemahan substansif yang ada dalam penelitian ini adalah, pertama, ketika kita berbicara tentang smber sejarah maka yang paling substansif untuk kita bahas adalah otentisitas dari sumber itu karena kalau kita membentuk sebuah argumen dan mendasarkannya pada sumber yang otentisitasnya kemudian hari terbantah maka semua bangunan argumentasi yang dibangun itu runtuh secara mutlak, dan inilah kelemahan dari penelitian ini. Ketika penulis berbicara tentang hadis, dari Aisyah, Abu Bakar, Umar dan sebagainya. Seakan-akan penulis tidak pernah mempersoalkan tentang otentisitas sumber itu, apakah riwayat itu benar bersumber dari Aisyah atau hanya disandarkan kepada Aisyah, saya tidak menemukan penulis menyoal hal itu, padahal ini yang paling substansif. Karena jangan-jangan Aisyah tidak pernah mengatakan itu, tetapi hanya disandarkan kepadanya, ini tidak pernah disoal, dan ini banyak sekali. Ini kelemahan yang paling substansif dari tulisan-tulisan yang sekian banyak ini. Jadi ini mohon menjadi perhatian serius jika ingin menjadikan sebuah sumber menjadi landasan argumentatif, maka pertama harus dikonstruksi, harus dibuktikan, atau paling tidak dikomentari keabsahan dari literatur itu. Ini yang saya tidak temukan dari tulisan disertasi ini.”
Membuang banyak riwayat yang tidak mendukung analisanya
Dr. Hamzah Harun melanjutkan,
“Kemudian, ketika misalnya mengutip hadis tentang larangan menulis hadis, itu banyak sekali disebutkan, lagi-lagi ini tidak sesuai, disini benar atau tidak, apa betul ada hadis begitu atau tidak. Ini tidak pernah dipertanyakan. Yang kedua, hadis yang kontradiktif (yang sebaliknya menyuruh menulis hadis), itu sangat banyak, tapi itu tidak dikutip. Informasi tentang itu sangat banyak tapi tidak ditampilkan secara proporsinal. Itu salah satu kelemahannya juga.”
Tergesa-gesa menyimpulkan
“Apa yang saya dapatkan berkaitan dengan amanah ilmiah, saya mendapatkan Kang Jalal disini melakukan tahmilu an-nash ‘ala lima la yahtamil, menggiring nash/ teks kepada sesuatu yang sebenarnya bukan begitu maksudnya. Tapi Kang Jalal setelah memaparkan itu kemudian menyimpulkan bahwa menurut saya begini. Menurut saya itu terlalu cepat. Beberapa konteks hadis yang berkaitan dengan itu kemudian disimpulkan, dan kesimpulan itu sebenarnya –kalau kita lihat- kesimpulan yang tidak bisa diterima, terutama kepada kalangan Ahlus Sunnah, walaupun ternyata Kang Jalal bukan Ahlus Sunnah, Syiah.” Lanjut Kepala Balai Penelitian dan Pengembangan Agama Depag Sulsel ini.
Tidak faham sejarah?
“Saya kaget ketika Kang Jalal menyebutkan bahwa Al-Hakim itu dia tiba di Irak pada tahun 41 hijriyah, lalu disini saya melihat, bagaimana bisa tahun 41 hijriyah, padahal muhadditsin itu sendiri nanti setelah berakhir abad pertama. Lalu kemudian saya melihat-lihat, Al-Hakim bukan 41 hijriyah, tetapi sebenarnya adalah beliau lahir tahun 351 H dan meninggal tahun 405 H. Hal seperti ini, dalam disertasi seperti ini, seharusnya tidak terjadi.”
Plagiat karya ilmiah
“Kemudian, tentang Mahmud Abu Rayyan adalah seorang yang pernah datang di Al-Azhar lalu kemudian karena kekecewaannya beliau mengumpulkan beberapa hadis yang bisa dipelintir yang kemudian hadis-hadis itu banyak dikutip oleh a’da’ul Islam (musuh-musuh Islam), termasuk para orientalis juga banyak mengutip darinya. Makanya ketika saya melihat kerangka pikir yang Kang Jalal bangun disini, saya tadinya mengatakan mungkin hanya kebetulan, karena kerangka pikir yang ada disini persis dengan urutan-urutan hadis yang sebenarnya sudah dipaparkan oleh Mahmud Abu Rayyan, yang kemudian diikuti oleh beberapa penulis, termasuk misalnya Abdurrahman bin Sa’ad, kemudian Abdurrahman bin Yahya Al-Mu’allimy.” (azm/muhistiqamah/arrahmah.com)
0 komentar:
Posting Komentar