Rabu, 19 Oktober 2011

Faksi Muda-Progresif PKS Kalah: PKS Mustahil Keluar dari Koalisi?



INILAH.COM, Jakarta-Partai Keadilan Sejahtera (PKS) kini dalam posisi dilematis. Harus memilih dua sikap antara tetap di barisan koalisi atau keluar. Kedewasaan politik PKS benar-benar dalam ujian. Meski dari berbagai sudut pandang, mustahil bagi PKS untuk keluar dari koalisi, mengapa?

Wakil Ketua Fraksi PKS Agus Purnomo mengakui saat ini tengah muncul dinamika di internal PKS terkait penyikapan pascareshuffle kabinet. Dia menyebutkan ada pikiran yang berkembang, di dalam koalisi PKS dalam posisi tidak boleh mundur terkait konstitusi yang mengatur. "Dalam perspektif ketatanegaraan, PKS dalam posisi no point to return," ujar Agus dalam diskusi di DPD RI, Rabu (19/10/2011).

Pernyataan Agus merujuk di Pasal 8 ayat (3) UUD 1945 terkait pengajuan calon presiden/wakil presiden saat pemilu yang diajukan partai politik maupun gabungan partai politik. Posisi pengusung capres/cawapres melekat terus terutama terkait terdapat pergantian presiden/wapres di tengah jalan karena mangkat atau berhenti di tengah jalan. "Kalau dalam situasi tersebut, untuk mengganti presiden/wapres adalah partai pengusung saat pemilu," ujar Agus yang juga anggota Komisi II DPR RI ini.

Suara lainnya yang juga mencuat di internal, Agus menyebutkan agar PKS keluar dari koalisi karena memang pencopotan satu menteri melanggar kontrak koalisi. Dalam kontra koalisi, Agus menyebutkan memang disebutkan bila PKS mendapat empat pos kementerian. "Sehingga muncul ide tiji tibeh, mati siji mati kabeh (mati satu, mati semua)," ungkap Agus.

Kondisi demikian, menurut Agus tentu menjadi bahan pertinbangan Majelis Syura yang berjumlah 99 orang. Dia menyebutkan kemungkinan besar Majelis Syura tidak dalam waktu dekat memutuskan sikapnya terkait kondisi mutakhir pasca-reshuffle. Hal ini disebabkan keberangkatan Ketua Majelis Syura Hilmy Aminuddin ibadah ke Tanah Suci.

Pernyataan Agus Purnomo yang menyebutkan PKS dalam posisi no point to return dalam koalisi cukup logis terutama dalam perspektif ketatanegaraan. Bila ditarik lebih jauh lagi, pandangan ini akan menemukan momentumnya bila terjadi pergantian presiden/wapres di tengah jalan.

Dalam konteks ini, tidak mustahil terjadi pergantian pimpinan republik ini, khususnya untuk pos wakil presiden yang diisi Boediono. Apalagi, nama Boediono terancam akan disidangkan di Mahkamah Konstitusi (MK) terkait Hak Menyatakan Pendapat (HMP) dalam kasus Century.

Terlebih, rencananya pada November mendatang audit forensik terkait kasus Century akan dirampungkan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Dalam konteks ini pula, tidak mustahil bila PKS berupaya turut serta dalam kontribusi pergantian kepemimpinan jika pada akhirnya Boediono dinyatakan bersalah oleh MK. Maka pilihan tetap di koalisi menjadi langkah taktis.

Sedangkan alasan lainnya yang tak kalah penting terkait fund rising PKS dalam menyongsong Pemilu 2014 mendatang. Jika skenarionya PKS keluar dari koalisi, maka seluruh pos kementerian milik PKS bakal dilepas. Risikonya, sumber daya yang dimilik PKS dengan sendirinya akan usai.

Tiga pos kementerian yang dimiliki PKS yang tersisa yakni Kementerian Pertanian, Kementerian Komunikasi dan Informatika, dan Kementerian Sosial jika ditilik anggaran yang dikelola ketiga pos kementerian tersebut tidaklah sedikit. [mdr]

0 komentar:

Posting Komentar

sealkazzsoftware.blogspot.com resepkuekeringku.com