Menangis Hanya Karena Allah
Sufyan berkata: “Menangis itu ada 10 macam, yakni 9 karena selain
Allah dan satu karena Allah. Bila menangis karena Allah itu datang
sekali dalam setahun, maka itu sudah terbilang banyak.” [Hilyatul
Auliya' 7/11]
Anjuran Menangis Karena Allah
Qasamah bin Zuhair berkata, “Abu Musa pernah berkhotbah di kota
Bashrah. Ia berkata, “Wahai manusia, menangislah. Jika kalian tidak bisa
menangis, maka berusahalah untuk menangis. Karena penghuni Neraka akan
menangis dengan mengeluarkan air mata sampai habis. Kemudian mereka akan
menangis dengan mengeluarkan air mata darah. Bahkan seandainya di situ
dilepaskan beberapa perahu, pastilah akan bisa berjalan.” [Hilyatul
Auliya' 1/261]
Keutamaan Menangis Karena Allah
Ka’bul Ahbar berkata, “Sungguh, aku lebih suka menangis karena
Allah, lalu air mataku mengalir diatas pipiku, daripada bersedekah
dengan emas seberat timbanganku.” [Hilyatul Auliya' 5/366]
Buah Dari Menangis Karena Allah
Wuhaib bin Ward berkata, “Yahya bin Zakariya
‘alaihis salam
memiliki dua garis dipipinya akibat menangis.” Kemudian ayahnya,
Zakariya ‘alaihis salam berkata, “Sungguh, aku hanya meminta kepada
Allah seorang anak yang bisa menjadi penyejuk mataku.” Yahya
‘alaihis salam berkata, “Ayah, sesungguhnya Jibril
‘alaihis salam
memberitahuku bahwa diantara Surga dan Neraka ada sebuah gurun yang
hanya bisa dilalui oleh orang yang rajin menangis.” [Hilyatul Auliya'
8/149]
Macam-Macam Tangisan
Yazid bin Maisaroh berkata, “Tangisan itu berasal dari tujuh hal:
gembira, sedih, cemas, sakit, riya’, syukur, dan tangisan karena takut
kepada Allah. Inilah tangisan yang tetesan air matanya bisa memadamkan
api sebesat gunung.” [Hilyatul Auliya' 5/235]
Cara Mengundang Tangisan
Shalih al-Murri berkata, “Tangisan itu bisa diundang dengan cara
memikirkan dosa, jika direspons positif oleh hati. Jika tidak, maka
alihkan kepada kengerian dan kedahsyatan hari Kiamat, jika direspons
positif. Jika tidak, maka tawarkanlah kepadanya untuk berguling-guling
di antara nampan-nampan api (Neraka).” Kemudian ia pun menangis dan
pingsan. Dan orang-orang pun berteriak histeris. [Hilyatul Auliya'
6/167]
Orang-Orang Shalih Terdahulu Yang Menangis Karena Takut Kepada Allah
1.
Abdussalam (mantan budak Maslamah bin Abdul Malik) berkata,
“Umar bin Abdul Aziz pernah menangis, lalu Fathimah ikut menangis. Namun
mereka tidak tahu apa yang membuat mereka menangis. Ketika mereka
selesai menangis, Fathimah bertanya, “Ya Amirul Mukminin, mengapa anda
menangis?” Umar menjawab, “Fathimah, aku teringat hari dimana manusia
dipisahkan dari hadapan Allah; satu kelompok di dalam Surga dan kelompok
lainnya di dalam Neraka.” Kemudian ia berteriak dan pingsan. [Hilyatul
Auliya' 5/269]
2. Apabila
Umar bin Abdul Aziz mendengar pembicaraan tentang
kematian, maka tubuhnya menggelepar seperti burung dan menangis sampai
air matanya mengalir di jenggotnya.” [Hilyatul Auliya' 3/316]
3.
Hani’ (mantan budak Utsman bin Affan) berkata, “Apabila Utsman
bin Affan berdiri di atas kuburan, ia menangis hingga jenggotnya basa
oleh air mata.” [Hilyatul Auliya' 1/61]
4.
Malik bin Anas berkata, “Muhammad bin Munkadir adalah penghulu
para pembaca. Hampir setiap kali ada orang yang bertanya kepadanya
tentang hadits, ia selalu menangis.” [Hilyatul Auliya' 2/147]
5.
Abu Ayyub al-A’raj berkata, “Sa’id bin Jubair selalu menangis di malang hari sampai rabun.” [Hilyatul Auliya' 4/272]
6.
Sa’id bin Jubair berkata, “Aku tidak pernah melihat orang yang
lebih perhatian terhadap kemuliaan Baitullah ini daripada orang
Bashrah. Pada suatu malam aku pernah melihat seorang wanita muda
bergelayutan pada tirai Ka’bah. Ia memanjarkan doa, menangis dan
menghiba sampai meninggal dunia.” [Hilyatul Auliya' 4/276]
7.
Ali bin Abdillah berkata, Kami pernah bersama
Yahya bin Sa’id al-Qaththan.
Ketika ia keluar dari masjid, kami pun keluar bersamanya. Tatkala tiba
di pintu rumahnya ia berdiri, dan kami pun berdiri. Lalu ia berkata
kepada seorang pria, “Bacalah!” Pria itu pun membaca surat ad-Dukhan.
Ketika ia mulai membaca aku melihat Yahya bin Sa’id berubah, hingga
ketika sampai pada ayat,
“
Sesungguhnya hari keputusan itu adalah waktu yang dijanjikan bagi mereka semuanya.” [QS.ad Dukhan:40]
Tiba-tiba Yahya menjerit dan pingsan. Ia baru siuman setelah sekian
lama. Kemudian kami menemuinya. Ternyata ia tengah tertidur di atas
pembaringannya serayas membaca, “Sesungguhnya hari keputusan itu adalah
waktu yang dijanjikan bagi mereka semuanya.” [QS.ad Dukhan:40]. Maka
keadaan itu terus berlangsung sampai ia meninggal dunia. [Hilyatul
Auliya' 8/383]
(#1)
Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “
Tidak akan masuk neraka seseorang yang menangis karena merasa takut kepada Allah sampai susu [yang telah diperah] bisa masuk kembali ke tempat keluarnya.” (HR. Tirmidzi [1633]).
Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda, “
Ada
tujuh golongan yang akan dinaungi oleh Allah pada hari ketika tidak ada
naungan kecuali naungan-Nya; [1] seorang pemimpin yang adil, [2] seorang
pemuda yang tumbuh dalam [ketaatan] beribadah kepada Allah ta’ala, [3]
seorang lelaki yang hatinya bergantung di masjid, [4] dua orang yang
saling mencintai karena Allah; mereka berkumpul dan berpisah karena-Nya,
[5] seorang lelaki yang diajak oleh seorang perempuan kerkedudukan dan
cantik [untuk berzina] akan tetapi dia mengatakan, ‘Sesungguhnya aku
takut kepada Allah’, [6] seorang yang bersedekah secara
sembunyi-sumbunyi sampai-sampai tangan kirinya tidak tahu apa yang
diinfakkan oleh tangan kanannya, dan [7] seorang yang mengingat Allah di
kala sendirian sehingga kedua matanya mengalirkan air mata (menangis).” (HR. Bukhari [629] dan Muslim [1031]).
Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda, “
Ada
dua buah mata yang tidak akan tersentuh api neraka; mata yang menangis
karena merasa takut kepada Allah, dan mata yang berjaga-jaga di malam
hari karena menjaga pertahanan kaum muslimin dalam [jihad] di jalan
Allah.” (HR. Tirmidzi [1639], disahihkan Syaikh al-Albani dalam Sahih Sunan at-Tirmidzi [1338]).
Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “
Tidak ada yang
lebih dicintai oleh Allah selain dua jenis tetesan air dan dua bekas
[pada tubuh]; yaitu tetesan air mata karena perasaan takut kepada Allah,
dan tetesan darah yang mengalir karena berjuang [berjihad] di jalan
Allah. Adapun dua bekas itu adalah; bekas/luka pada tubuh yang terjadi
akibat bertempur di jalan Allah dan bekas pada tubuh yang terjadi karena
mengerjakan salah satu kewajiban yang diberikan oleh Allah.” (HR. Tirmidzi [1669] disahihkan oleh Syaikh al-Albani dalam Sahih Sunan at-Tirmidzi [1363])
Abdullah bin Umar
radhiyallahu’anhuma mengatakan, “
Sungguh, menangis karena takut kepada Allah itu jauh lebih aku sukai daripada berinfak uang seribu dinar!”.
Ka’ab bin al-Ahbar
rahimahullah mengatakan, “Sesungguhnya
mengalirnya air mataku sehingga membasahi kedua pipiku karena takut
kepada Allah itu lebih aku sukai daripada aku berinfak emas yang
besarnya seukuran tubuhku.”
Ibnu Mas’ud
radhiyallahu’anhu mengatakan; suatu ketika Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam
berkata kepadaku, “Bacakanlah al-Qur’an kepadaku.” Maka kukatakan
kepada beliau, “Wahai Rasulullah, apakah saya bacakan al-Qur’an kepada
anda sementara al-Qur’an itu diturunkan kepada anda?”. Maka beliau
menjawab, “Sesungguhnya aku senang mendengarnya dibaca oleh selain
diriku.” Maka akupun mulai membacakan kepadanya surat an-Nisaa’. Sampai
akhirnya ketika aku telah sampai ayat ini (yang artinya), “Lalu
bagaimanakah ketika Kami datangkan saksi bagi setiap umat dan Kami
jadikan engkau sebagai saksi atas mereka.” (QS. an-Nisaa’ : 40). Maka
beliau berkata, “Cukup, sampai di sini saja.” Lalu aku pun menoleh
kepada beliau dan ternyata kedua mata beliau mengalirkan air mata.” (HR.
Bukhari [4763] dan Muslim [800]).
Dari Ubaidullah bin Umair
rahimahullah, suatu saat dia pernah bertanya kepada Aisyah
radhiyallahu’anha, “Kabarkanlah kepada kami tentang sesuatu yang pernah engkau lihat yang paling membuatmu kagum pada diri Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam?”.
Maka ‘Asiyah pun terdiam lalu mengatakan, “Pada suatu malam, beliau
(nabi) berkata, ‘Wahai Aisyah, biarkanlah malam ini aku sendirian untuk
beribadah kepada Rabbku.’ Maka aku katakan, ‘Demi Allah, sesungguhnya
saya sangat senang dekat dengan anda. Namun saya juga merasa senang apa
yang membuat anda senang.’ Aisyah menceritakan, ‘Kemudian beliau bangkit
lalu bersuci dan kemudian mengerjakan shalat.’ Aisyah berkata, ‘Beliau
terus menerus menangis sampai-sampai basahlah bagian depan pakaian
beliau!’. Aisyah mengatakan, ‘Ketika beliau duduk [dalam shalat] maka
beliau masih terus menangis sampai-sampai jenggotnya pun basah oleh air
mata!’. Aisyah melanjutkan, ‘Kemudian beliau terus menangis
sampai-sampai tanah [tempat beliau shalat] pun menjadi ikut basah
[karena tetesan air mata]!”. Lalu datanglah Bilal untuk mengumandangkan
adzan shalat (Subuh). Ketika dia melihat Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam
menangis, Bilal pun berkata, ‘Wahai Rasulullah, anda menangis? Padahal
Allah telah mengampuni dosa anda yang telah berlalu maupun yang akan
datang?!’. Maka Nabi pun menjawab, ‘Apakah aku tidak ingin menjadi hamba
yang pandai bersyukur?! Sesungguhnya tadi malam telah turun sebuah ayat
kepadaku, sungguh celaka orang yang tidak membacanya dan tidak
merenungi kandungannya! Yaitu ayat (yang artinya), “Sesungguhnya dalam
penciptaan langit dan bumi….dst sampai selesai” (QS. Ali Imran : 190).”
(HR. Ibnu Hiban [2/386] dan selainnya. Disahihkan Syaikh al-Albani dalam
Sahih at-Targhib [1468] dan ash-Shahihah [68]).
Mu’adz
radhiyallahu’anhu pun suatu ketika pernah menangis
tersedu-sedu. Kemudian ditanyakan kepadanya, “Apa yang membuatmu
menangis?”. Maka beliau menjawab, “Karena Allah ‘azza wa jalla hanya
mencabut dua jenis nyawa. Yang satu akan masuk surga dan satunya akan
masuk ke dalam neraka. Sedangkan aku tidak tahu akan termasuk golongan
manakah aku di antara kedua golongan itu?”.
al-Hasan al-Bashri
rahimahullah pun pernah menangis, dan
ditanyakan kepadanya, “Apa yang membuatmu menangis?”. Maka beliau
menjawab, “Aku khawatir besok Allah akan melemparkan diriku ke dalam
neraka dan tidak memperdulikanku lagi.”
Abu Musa al-Asya’ri
radhiyallahu’anhu suatu ketika memberikan
khutbah di Bashrah, dan di dalam khutbahnya dia bercerita tentang
neraka. Maka beliau pun menangis sampai-sampai air matanya membasahi
mimbar! Dan pada hari itu orang-orang (yang mendengarkan) pun menangis
dengan tangisan yang amat dalam.
Abu Hurairah
radhiyallahu’anhu menangis pada saat sakitnya
[menjelang ajal]. Maka ditanyakan kepadanya, “Apa yang membuatmu
menangis?!”. Maka beliau menjawab, “Aku bukan menangis gara-gara dunia
kalian [yang akan kutinggalkan] ini. Namun, aku menangis karena jauhnya
perjalanan yang akan aku lalui sedangkan bekalku teramat sedikit,
sementara bisa jadi nanti sore aku harus mendaki jalan ke surga atau
neraka, dan aku tidak tahu akan ke manakah digiring diriku nanti?”.
Suatu malam al-Hasan al-Bashri
rahimahullah terbangun dari
tidurnya lalu menangis sampai-sampai tangisannya membuat segenap
penghuni rumah kaget dan terbangun. Maka mereka pun bertanya mengenai
keadaan dirinya, dia menjawab, “Aku teringat akan sebuah dosaku, maka
aku pun menangis.”
Saya [penyusun artikel] berkata: Kalau al-Hasan al-Bashri saja menangis
sedemikian keras karena satu dosa yang diperbuatnya, lalu bagaimanakah
lagi dengan orang yang mengingat bahwa jumlah dosanya tidak dapat lagi
dihitung dengan jari tangan dan jari kaki?
Laa haula wa laa quwwata illa billah!
Alangkah jauhnya akhlak kita dibandingkan dengan akhlak para salafush
shalih? Beginikah seorang salafi, wahai saudaraku? Tidakkah dosamu
membuatmu menangis dan bertaubat kepada Rabbmu? “Apakah mereka tidak mau
bertaubat kepada Allah dan meminta ampunan kepada-Nya? Sementara Allah
Maha pengampun lagi Maha penyayang.” (lihat QS. al-Maa’idah : 74).
Aina nahnu min haa’ulaa’i? Aina nahnu min akhlagis salaf? Ya akhi, jadilah salafi sejati! (#2)
Seharusnya Kita Selalu Menangis
Pernahkah Anda menangis -dalam keadaan sendirian- karena takut siksa
Allâh Ta’ala? Ketahuilah, sesungguhnya hal itu merupakan jaminan selamat
dari neraka. Menangis karena takut kepada Allâh Ta’ala akan mendorong
seorang hamba untuk selalu istiqâmah di jalan-Nya, sehingga akan menjadi
perisai dari api neraka. Nabi
Shallallâhu 'Alaihi Wasallam bersabda:
“
Tidak akan masuk neraka seseorang yang menangis karena takut kepada Allâh sampai air susu kembali ke dalam teteknya. Dan debu di jalan Allâh tidak akan berkumpul dengan asap neraka Jahannam”.
[HR. at-Tirmidzi, no. 1633, 2311; an-Nasâ‘i 6/12; Ahmad 2/505; al-Hâkim
4/260; al-Baghawi dalam Syarhus Sunnah 14/264. Syaikh Salîm al-Hilâli
hafizhahullâh mengatakan, “Shahîh lighairihi”. Lihat penjelasannya dalam kitab Bahjatun Nâzhirîn Syarh Riyâdhus Shâlihîn 1/517; no. 448)]
MENGAPA HARUS MENANGIS?
Seorang Mukmin yang mengetahui keagungan Allâh Ta’ala dan hak-Nya,
setiap dia melihat dirinya banyak melalaikan kewajiban dan menerjang
larangan, akan khawatir dosa-dosa itu akan menyebabkan siksa Allâh
Ta’ala kepadanya.
Nabi Muhammad
Shallallâhu 'Alaihi Wasallam bersabda:
"
Sesungguhnya seorang Mukmin itu melihat dosa-dosanya seolah-olah dia
berada di kaki sebuah gunung, dia khawatir gunung itu akan menimpanya.
Sebaliknya, orang yang durhaka melihat dosa-dosanya seperti seekor lalat
yang hinggap di atas hidungnya, dia mengusirnya dengan tangannya
–begini–, maka lalat itu terbang”.
(HR. at-Tirmidzi, no. 2497 dan dishahîhkan oleh al-Albâni
rahimahullâh)
Ibnu Abi Jamrah rahimahullâh berkata,
“Sebabnya adalah, karena hati seorang Mukmin itu diberi cahaya. Apabila
dia melihat pada dirinya ada sesuatu yang menyelisihi hatinya yang
diberi cahaya, maka hal itu menjadi berat baginya. Hikmah perumpamaan
dengan gunung yaitu apabila musibah yang menimpa manusia itu selain
runtuhnya gunung, maka masih ada kemungkinan mereka selamat dari
musibah-musibah itu. Lain halnya dengan gunung, jika gunung runtuh dan
menimpa seseorang, umumnya dia tidak akan selamat. Kesimpulannya bahwa
rasa takut seorang Mukmin (kepada siksa Allâh Ta’ala -pen) itu
mendominasinya, karena kekuatan imannya menyebabkan dia tidak merasa
aman dari hukuman itu. Inilah keadaan seorang Mukmin, dia selalu takut
(kepada siksa Allâh-pen) dan bermurâqabah (mengawasi Allâh). Dia
menganggap kecil amal shalihnya dan khawatir terhadap amal buruknya yang
kecil”. (Tuhfatul Ahwadzi, no. 2497)
Apalagi jika dia memperhatikan berbagai bencana dan musibah yang telah
Allâh Ta’ala timpakan kepada orang-orang kafir di dunia ini, baik dahulu
maupun sekarang. Hal itu membuatnya tidak merasa aman dari siksa Allâh
Ta’ala.
Allâh Ta’ala berfirman yang artinya:
“
Dan begitulah adzab Rabbmu apabila Dia mengadzab penduduk
negeri-negeri yang berbuat zhalim. Sesungguhnya adzab-Nya sangat pedih
lagi keras. Sesungguhnya pada peristiwa itu benar-benar terdapat
pelajaran bagi orang-orang yang takut kepada adzab akhirat. Hari Kiamat
itu adalah suatu hari dimana manusia dikumpulkan untuk (menghadapi)-Nya,
dan hari itu adalah suatu hari yang disaksikan (oleh segala makhluk).
Dan Kami tiadalah mengundurkannya, melainkan sampai waktu yang tertentu.
Saat hari itu tiba, tidak ada seorang pun yang berbicara, melainkan
dengan izin-Nya; maka di antara mereka ada yang celaka dan ada yang
bahagia. Adapun orang-orang yang celaka, maka (tempatnya) di dalam
neraka, di dalamnya mereka mengeluarkan dan menarik nafas (dengan
merintih)”. (Qs Hûd/11:102-106)
Ketika dia merenungkan berbagai kejadian yang mengerikan pada hari
Kiamat, berbagai kesusahan dan beban yang menanti manusia di akhirat,
semua itu pasti akan menggiringnya untuk takut kepada Allâh Ta’ala
al-Khâliq.
Allâh Ta’ala berfirman yang artinya:
“
Hai manusia, bertakwalah kepada Rabbmu.Sesungguhnya kegoncangan hari Kiamat itu
adalah suatu kejadian yang sangat besar (dahsyat). (Ingatlah), pada
hari (ketika) kamu melihat kegoncangan itu, semua wanita yang menyusui
anaknya lalai terhadap anak yang disusuinya, dan semua wanita yang hamil
gugur kandungan. Kamu melihat manusia dalam keadaan mabuk, padahal
sebenarnya mereka tidak mabuk.
Akan tetapi adzab Allâh itu sangat keras”. (Qs al-Hajj/22:1-2)
Demikianlah sifat orang-orang yang beriman. Di dunia, mereka takut
terhadap siksa Rabb mereka, kemudian berusaha menjaga diri dari
siksa-Nya dengan takwa, yaitu melaksanakan perintah-Nya dan menjauhi
larangan-Nya. Maka, Allâh Ta’ala memberikan balasan sesuai dengan jenis
amal mereka. Dia memberikan keamanan di hari Kiamat dengan memasukkan
mereka ke dalam surga-Nya.
Allâh Ta’ala berfirman yang artinya:
“
Dan sebagian mereka (penghuni surga-pent) menghadap kepada sebagian
yang lain; mereka saling bertanya. Mereka mengatakan: “Sesungguhnya kami
dahulu sewaktu berada di tengah-tengah keluarga, kami merasa takut
(akan diadzab)”. Kemudian Allâh memberikan karunia kepada kami dan
memelihara kami dari azab neraka. Sesungguhnya kami dahulu beribadah
kepada-Nya. Sesungguhnya Dia-lah yang melimpahkan kebaikan lagi Maha
Penyayang”. (Qs ath-Thûr/52:25-28)
ILMU ADALAH SEBAB TANGISAN KARENA ALLÂH TA'ALA
Semakin bertambah ilmu agama seseorang, semakin tambah pula takutnya terhadap keagungan Allâh Ta’ala.
Allâh Ta’ala berfirman yang artinya:
“
Dan demikian (pula) di antara manusia, binatang-binatang melata dan
binatang-binatang ternak, ada yang bermacam-macam warna (dan jenisnya).
Sesungguhnya yang takut kepada Allâh di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah
Ulama. Sesungguhnya Allâh Maha Perkasa lagi Maha Pengampun”. (Qs Fâthir/35:28)
Nabi Muhammad
Shallallâhu 'Alaihi Wasallam bersabda:
“
Surga dan neraka ditampakkan kepadaku, maka aku tidak melihat
kebaikan dan keburukan seperti hari ini. Seandainya kamu mengetahui apa
yang aku ketahui, kamu benar-benar akan sedikit tertawa dan banyak
menangis”.
Anas bin Mâlik
radhiyallâhu'anhu –perawi hadits ini- mengatakan,
“
Tidaklah ada satu hari pun yang lebih berat bagi para Sahabat selain
hari itu. Mereka menutupi kepala mereka sambil menangis sesenggukan”. (HR. Muslim, no. 2359)
Imam Nawawi
rahimahullâh berkata,
“Makna hadits ini, ‘Aku tidak pernah melihat kebaikan sama sekali
melebihi apa yang telah aku lihat di dalam surga pada hari ini. Aku juga
tidak pernah melihat keburukan melebihi apa yang telah aku lihat di
dalam neraka pada hari ini. Seandainya kamu melihat apa yang telah aku
lihat dan mengetahui apa yang telah aku ketahui, semua yang aku lihat
hari ini dan sebelumnya, sungguh kamu pasti sangat takut, menjadi
sedikit tertawa dan banyak menangis”. (Syarh Muslim, no. 2359)
Hadits ini menunjukkan anjuran menangis karena takut terhadap siksa Allâh Ta’ala dan tidak memperbanyak tertawa, karena banyak
tertawa menunjukkan kelalaian dan kerasnya hati.
Lihatlah para Sahabat Nabi
radhiyallâhu'anhum, begitu mudahnya
mereka tersentuh oleh nasehat! Tidak sebagaimana kebanyakan orang di
zaman ini. Memang, mereka adalah orang-orang yang paling lembut hatinya,
paling banyak pemahaman agamanya, paling cepat menyambut ajaran agama.
Mereka adalah Salafus Shâlih yang mulia, maka selayaknya kita meneladani
mereka. (Lihat Bahjatun Nâzhirîn Syarh Riyâdhus Shâlihin 1/475; no. 41)
Seandainya kita mengetahui bahwa tetesan air mata karena takut kepada
Allâh Ta’ala merupakan tetesan yang paling dicintai oleh Allâh Ta’ala,
tentulah kita akan menangis karena-Nya atau berusaha menangis sebisanya.
Nabi Muhammad
Shallallâhu 'Alaihi Wasallam menjelaskan keutamaan tetesan air mata ini dengan sabda Beliau:
“
Tidak ada sesuatu yang yang lebih dicintai oleh Allâh daripada dua
tetesan dan dua bekas. Tetesan yang berupa air mata karena takut kepada
Allâh dan tetesan darah yang ditumpahkan di jalan Allâh. Adapun dua
bekas, yaitu bekas di jalan Allâh dan bekas di dalam (melaksanakan)
suatu kewajiban dari kewajiban-kewajiban-Nya”.
Namun yang perlu kita perhatikan juga bahwa menangis tersebut adalah
benar-benar karena Allâh Ta’ala, bukan karena manusia, seperti dilakukan
di hadapan jama’ah atau bahkan dishooting TV dan disiarkan secara
nasional. Oleh karena itu Nabi
Shallallâhu 'Alaihi Wasallam menjanjikan kebaikan besar bagi seseorang yang menangis dalam keadaan sendirian. Beliau
Shallallâhu 'Alaihi Wasallam bersabda:
“
Tujuh (orang) yang akan diberi naungan oleh Allâh pada naungan-Nya
di hari yang tidak ada naungan kecuali naungan-Nya. ...... (di
antaranya): Seorang laki-laki yang menyebut Allâh di tempat yang sepi
sehingga kedua matanya meneteskan air mata”. (HR. al-Bukhâri, no. 660; Muslim, no. 1031)
Hari Kiamat adalah hari pengadilan yang agung. Hari ketika setiap hamba
akan mempertanggung-jawabkan segala amal perbuatannya. Hari saat isi
hati manusia akan dibongkar, segala rahasia akan ditampakkan di hadapan
Allâh Yang Maha Mengetahui lagi Maha Perkasa. Maka kemana orang akan
berlari? Alangkah bahagianya orang-orang yang akan mendapatkan naungan
Allâh Ta’ala pada hari itu. Dan salah satu jalan keselamatan itu adalah
menangis karena takut kepada Allâh Ta’ala.
Syaikh Muhammad bin Shâlih al-‘Utsaimîn rahimahullâh berkata,
“Wahai saudaraku, jika engkau menyebut Allâh Ta’ala, sebutlah Rabb-mu
dengan hati yang kosong dari memikirkan yang lain. Jangan pikirkan
sesuatu pun selain-Nya. Jika engkau memikirkan sesuatu selain-Nya,
engkau tidak akan bisa menangis karena takut kepada Allâh Ta’ala atau
karena rindu kepada-Nya. Karena, seseorang tidak mungkin menangis
sedangkan hatinya tersibukkan dengan sesuatu yang lain. Bagaimana engkau
akan menangis karena rindu kepada Allâh Ta’ala dan karena takut
kepada-Nya jika hatimu tersibukkan dengan selain-Nya?".
Oleh karena itu, Rasûlullâh
Shallallâhu 'Alaihi Wasallam bersabda:
“
Seorang laki-laki yang menyebut Allâh di tempat yang sepi”, yaitu
hatinya kosong dari selain Allâh Ta’ala, badannya juga kosong (dari
orang lain), dan tidak ada seorangpun di dekatnya yang menyebabkan
tangisannya menjadi riyâ’ dan sum’ah. Namun, dia melakukan dengan ikhlas
dan konsentrasi”. (Syarh Riyâdhus Shâlihîn 2/342, no. 449)
Setelah kita mengetahui hal ini, maka alangkah pantasnya kita mulai menangis karena takut kepada Allâh Ta’ala.
#3
Wallâhul Musta’ân.